Wisata di Banten
Sekitar empat abad lalu,
sebuah kerajaan islam berdiri tidak jauh dari Sunda Kelapa, atau Jakarta saat
ini. Sebuah kerajaan yang selama hampir tiga abad mampu bertahan dan meraih
kejayaan, hingga para penjajah Eropa datang dan menanamkan pengaruhnya di tanah
Nusantara. Kerajaan tersebut dikenal dengan Kerajaan Banten, sebuah
pemerintahan kesultanan yang masih memiliki hubungan dengan Kesultanan Cirebon
dan Kesultanan Demak. Kerajaan ini pun akhirnya runtuh akibat perang saudara
dan pergolakan politik pada tahun 1813 masehi.
Dua abad berlalu setelah runtuhnya
kerajaan Banten, ternyata banyak cerita dan bukti sejarah yang tersisa. Sobat
Tiket, apa saja sisa sejarah kerajaan Banten lama yang bisa kita jumpai?
Berikut ini adalah beberapa sisa sejarah kerajaan Banten lama.
1.
Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk adalah satu-satunya benteng Belanda yang berdiri di tanah Banten. Dibangun pada tahun 1682, pada masa pemerintahan Sultan Abu Nasr Abdul Kahar, benteng ini bisa dibilang merupakan salah satu saksi bisu bagaimana tentara Belanda berusaha menguasai Kota Banten yang dahulu merupakan kota perdagangan yang ramai. Untuk sementara ini saya belum pernah berkunjung ke Benteng ini. semoga dilain waktu bisa berkunjung.
Benteng Speelwijk adalah satu-satunya benteng Belanda yang berdiri di tanah Banten. Dibangun pada tahun 1682, pada masa pemerintahan Sultan Abu Nasr Abdul Kahar, benteng ini bisa dibilang merupakan salah satu saksi bisu bagaimana tentara Belanda berusaha menguasai Kota Banten yang dahulu merupakan kota perdagangan yang ramai. Untuk sementara ini saya belum pernah berkunjung ke Benteng ini. semoga dilain waktu bisa berkunjung.
2.
Pemandian Surosowan
Terletak masih satu komplek dengan
Keraton Surosowan, situs pemandian ini juga bisa dibilang merupakan bukti
kejayaan kerajaan Banten pada abad ke-15. Di sini, Sobat Tiket masih bisa
melihat sisa-sisa megahnya tempat tinggal keluarga kerajaan Banten yang saat
itu dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Bangunan Keraton Surosowan dan
tempat pemandian ini juga menurut cerita, dibangun dengan bantuan Hendrik
Licasz Cardeel, seorang ahli tata bangunan dari Belanda.
Museum Situs kepurbakalaan
|
Sisa-Sisa
Kejayaan Banten di Reruntuhan Keraton Surosowan
Sebelah utara 14 km dari Kota
Serang, Banten, tepatnya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, kawasan Banten
Lama, terdapat reruntuhan bangunan yang tenggelam bersama kejayaan kerajaan
Banten. Bangunan ini dahulu menjadi pusat dari kerajaan dan tempat tinggal
sultan bersama keluarga dan pengikutnya. Kini, reruntuhan tersebut hanya
meninggalkan cerita dibalik masa emasnya yang telah hilang. Keraton Surosowan
menjadi saksi bisu saat Banten berjaya dengan pelabuhannya yang ramai dengan
aktivitas perdagangan.
kami pernah berkunung kemari dua kali, pertama kali kami ke Keraton Surosowan pada hari Kamis tanggal 08 Desember 2005 (Klik disini info lebih detail), saat itu kami kesini berdua dengan Ambar kala itu kami belum menikah. sedangkan kunjungan kami yang kedua adalah tanggal 25 Desember 2015. kali yang kedau kami berlima ke lokasi ini yaitu Saya, Ambar (istri), Fikri, Faris (anak) dan Naning (adek istri)
Kunjungan Kedua Ke Keraton Surosowan (25 Desember 2015) |
Keraton Surosowan diperkirakan
dibangun antara tahun 1526-1570 saat Pemerintahan Sultan Banten yang pertama
yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Sejarah pembangunan keraton ini tidak lepas
dari pemberian wilayah yang diserahkan oleh Sunan Gunung Jati kepada anaknya
Sultan Maulana Hasanudin.
Layaknya keraton di Jawa, Keraton
Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan
pengikutnya. fungsi lainnya, keraton juga menjadi pusat kerajaan dalam
menjalankan pemerintahan Kerjaan Banten. Hal ini terlihat dalam tata pola yang
mengikuti kerajaan Islam lainnya di Jawa yang memiliki Alun-Alun di sebelah
utara, Masjid Agung di bagian barat dan pasar serta pelabuhan di sisi timur dan
utara keraton.
Kunjungan Pertama Ke Keraton Surosowan
|
Bentuk keraton mengalami perubahan
saat pemerintahan di pimpin oleh Sultan Haji pada tahun 1672-1687. Pembangunan
ini dilakukan karena keraton mengalami kehancuran yang dilakukan oleh Belanda
pada tahun 1680. Dibantu oleh ahli bangunan asal Belanda bernama Hendrik
Lucasz, Keraton Surosowan dibangun dengan penambahan dinding di bagian sisinya.
Dinding berupa benteng setinggi 2
meter dengan lebar 5 meter ini dibangun untuk meminimalisir serangan Belanda
yang pernah menyerang keraton. Atas jasanya, ahli bangunan berkewarganegaraan
Belanda yang masuk islam ini diberi gelar oleh Sultan dengan nama Pangeran
Wiraguna.
Ketika Belanda menyerang kembali,
Keraton menjadi sasaran utama dengan penghancuran kota dan membuat Sultan dan
penghuninya meninggalkan keraton. Kejadian ini terjadi pada tahun 1813 saat
Gubernur Jendral Belanda dipimpin oleh Herman Daendels.
Kunjungan Pertama Ke Keraton Surosowan
|
Sisa-sisa inilah yang kini terlihat
dalam reruntuhan. Bangunan keraton yang menggunakan bahan bata campuran pasir
dan kapur sebagai bahan dasarnya menjadi saksi bagaimana kehebatan Kerajaan
Banten pada abad 17.
Walaupun hanya berupa reruntuhan,
keraton yang disebut juga Benteng Surosowan ini masih memiliki beberapa sisa
ruang yang dapat dilihat. Seperti Gerbang di bagian utara, serta kolam dan
tempat beristirahat yang bernama Bale Kambang Rara danok. Bentuknya segi empat
dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter membuat kolam ini menjadi tempat
yang pas untuk beristirahat bagi putri-putri sultan.
Kunjungan Pertama Ke Keraton Surosowan |
Luas benteng bersejarah yang
mencapai 4 hektar ini membuat pemerintah Provinsi Banten menetapkan reruntuhan
ini sebagai cagar budaya yang dilindungi dan kaya akan sejarah Banten.
Karenanya banyak pengunjung yang sering datang hanya untuk memlihat dan sedikit
membayangkan bagaimana kejayaan Kerajaan Banten lewat reruntuhan Keraton
Surosowan. [Riky/IndonesiaKaya]
3. Masjid Agung Banten
Berbeda dengan situs peninggalan sejarah lainnya, Masjid Agung Banten merupakan salah satu bangunan bersejarah yang masih ramai digunakan hingga sekarang. Bukan hanya karena gedung tersebut masih berdiri kokoh dan masih digunakan untuk beribadah, tapi juga di Masjid ini terdapat makam sultan dan keluarga kerajaan, yang biasanya ramai dikunjungi oleh para peziarah. Sayangnya kondisi di sekitar Masjid tidak begitu terawat, namun hal itu tidak mengurangi keindahan bangunan Masjid ini.
Berbeda dengan situs peninggalan sejarah lainnya, Masjid Agung Banten merupakan salah satu bangunan bersejarah yang masih ramai digunakan hingga sekarang. Bukan hanya karena gedung tersebut masih berdiri kokoh dan masih digunakan untuk beribadah, tapi juga di Masjid ini terdapat makam sultan dan keluarga kerajaan, yang biasanya ramai dikunjungi oleh para peziarah. Sayangnya kondisi di sekitar Masjid tidak begitu terawat, namun hal itu tidak mengurangi keindahan bangunan Masjid ini.
Kunjungan Kedua Ke masjid Agung Banten (25 Desember 2015)
|
4. Keraton Kaibon, Persembahan
Sultan untuk Sang Bunda
Kawasan Banten Lama di Kabupaten
Serang banyak meninggalkan bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Salah
satu bangunan yang masih tersisa adalah Keraton Kaibon yang terletak di Kampung
Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton kaibon menjadi salah
satu bangunan cagar budaya Provinsi Banten yang menyimpan cerita kejayaan
Kerajaan Banten Lama.
Dibangun pada tahun 1815, keraton
ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan
Keraton Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai
tempat tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiudin sebagai Sultan
Banten ke 21 saat itu usianya masih 5 tahun. Nama Kaibon sendiri dipastikan
diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat seperti ibu yang lemah
lembut dan penuh kasih sayang.
Kunjungan Pertama Ke Keraton kaibon (25 Desember 2015)
|
Keraton Kaibon dibangun menghadap
barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media
transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian
utara.
Dibagian depan keraton dibatasi
dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah
shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. Gerbang yang bergaya Jawa
dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai
motifnya. Gerbang ini disebut juga dengan sebutan gerbang bersayap. Pada satu
gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang
utama keraton.
Kunjungan Pertama Ke Keraton kaibon (25 Desember 2015) |
Ruang Utama keraton ini tidak lain
adalah kamar tidur Ratu Asiyah itu sendiri. Dibangun dengan menjorok ke tanah,
kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin ruangan. Ini bisa
terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dahulu dapat
di isi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam ruangan.
Keraton yang berdiri di tanah seluas
mencapai 4 hektar ini, dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir
dan kapur. Walaupun telah hancur, beberapa reruntuhan di keraton ini masih
terlihat pondasi dan pilar-pilar yang utuh.
Salah satu yang terlihat jelas
adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan masjid ini berada di sisi
kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga
terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib.
Tahun 1832 Keraton Kaibon
dihancurkan oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Gubernur VOC saat itu,
Jendral Daen Dels. Penyerangan dilakukan karena Sultan Syaifudin menolak dengan
keras permintaan sang jendral untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya
Anyer-Panarukan. Bahkan utusan jendral yang bernama Du Puy dibunuh sultan
hingga kepalanya dipenggal kemudian dikembalikan kepada jendral Daen Dels.
Marah besar, jendral VOC tersebut menghancurkan keraton Kaibon hingga
meninggalkan puing-puing yang tersisa saat ini.
Kunjungan Pertama Ke Keraton kaibon (25 Desember 2015)
|
Kini, puing reruntuhan Keraton
Kaibon meninggalkan cerita tentang kejayaan Banten Lama. Walaupun hanya berupa
reruntuhan dan pondasi-pondasi bangunan, tidak membuat pengunjung berhenti
mengunjungi cagar budaya di Provinsi Banten ini. Selain ingin melihat kejayaan
Banten tempo dulu, keraton ini juga sering dijadikan pengunjung dan pasangan
muda untuk mengabadikan diri dengan latar belakang keraton yang klasik serta
artistik. [Riky/IndonesiaKaya]