WISATA DI BANTEN

Jumat, 25 Desember 2015
Wisata di Banten
Sekitar  empat abad lalu, sebuah kerajaan islam berdiri tidak jauh dari Sunda Kelapa, atau Jakarta saat ini. Sebuah kerajaan yang selama hampir tiga abad mampu bertahan dan meraih kejayaan, hingga para penjajah Eropa datang dan menanamkan pengaruhnya di tanah Nusantara. Kerajaan tersebut dikenal dengan Kerajaan Banten, sebuah pemerintahan kesultanan yang masih memiliki hubungan dengan Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak. Kerajaan ini pun akhirnya runtuh akibat perang saudara dan pergolakan politik pada tahun 1813 masehi.

Dua abad berlalu setelah runtuhnya kerajaan Banten, ternyata banyak cerita dan bukti sejarah yang tersisa. Sobat Tiket, apa saja sisa sejarah kerajaan Banten lama yang bisa kita jumpai? Berikut ini adalah beberapa sisa sejarah kerajaan Banten lama.
1.      Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk adalah satu-satunya benteng Belanda yang berdiri di tanah Banten. Dibangun pada tahun 1682, pada masa pemerintahan Sultan Abu Nasr Abdul Kahar, benteng ini bisa dibilang merupakan salah satu saksi bisu bagaimana tentara Belanda berusaha menguasai Kota Banten yang dahulu merupakan kota perdagangan yang ramai. Untuk sementara ini saya belum pernah berkunjung ke Benteng ini. semoga dilain waktu bisa berkunjung.
Benteng Speelwijk via www.backpackerkoprol.com (Belum pernah berkunjung ke sini)
2.     Pemandian Surosowan
Terletak masih satu komplek dengan Keraton Surosowan, situs pemandian ini juga bisa dibilang merupakan bukti kejayaan kerajaan Banten pada abad ke-15. Di sini, Sobat Tiket masih bisa melihat sisa-sisa megahnya tempat tinggal keluarga kerajaan Banten yang saat itu dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Bangunan Keraton Surosowan dan tempat pemandian ini juga menurut cerita, dibangun dengan bantuan Hendrik Licasz Cardeel, seorang ahli tata bangunan dari Belanda.




Museum Situs kepurbakalaan

 
Sisa-Sisa Kejayaan Banten di Reruntuhan Keraton Surosowan

Sebelah utara 14 km dari Kota Serang, Banten, tepatnya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, kawasan Banten Lama, terdapat reruntuhan bangunan yang tenggelam bersama kejayaan kerajaan Banten. Bangunan ini dahulu menjadi pusat dari kerajaan dan tempat tinggal sultan bersama keluarga dan pengikutnya. Kini, reruntuhan tersebut hanya meninggalkan cerita dibalik masa emasnya yang telah hilang. Keraton Surosowan menjadi saksi bisu saat Banten berjaya dengan pelabuhannya yang ramai dengan aktivitas perdagangan.

kami pernah berkunung kemari dua kali, pertama kali kami ke Keraton Surosowan pada hari Kamis tanggal 08 Desember 2005 (Klik disini info lebih detail), saat itu kami kesini berdua dengan Ambar kala itu kami belum menikah. sedangkan kunjungan kami yang kedua adalah tanggal 25 Desember 2015. kali yang kedau kami berlima ke lokasi ini yaitu Saya, Ambar (istri), Fikri, Faris (anak) dan Naning (adek istri) 


Kunjungan Kedua Ke Keraton Surosowan (25 Desember 2015)

Keraton Surosowan diperkirakan dibangun antara tahun 1526-1570 saat Pemerintahan Sultan Banten yang pertama yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Sejarah pembangunan keraton ini tidak lepas dari pemberian wilayah yang diserahkan oleh Sunan Gunung Jati kepada anaknya Sultan Maulana Hasanudin.

Layaknya keraton di Jawa, Keraton Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya. fungsi lainnya, keraton juga menjadi pusat kerajaan dalam menjalankan pemerintahan Kerjaan Banten. Hal ini terlihat dalam tata pola yang mengikuti kerajaan Islam lainnya di Jawa yang memiliki Alun-Alun di sebelah utara, Masjid Agung di bagian barat dan pasar serta pelabuhan di sisi timur dan utara keraton.


Kunjungan Pertama Ke Keraton Surosowan

Bentuk keraton mengalami perubahan saat pemerintahan di pimpin oleh Sultan Haji pada tahun 1672-1687. Pembangunan ini dilakukan karena keraton mengalami kehancuran yang dilakukan oleh Belanda pada tahun 1680. Dibantu oleh ahli bangunan asal Belanda bernama Hendrik Lucasz, Keraton Surosowan dibangun dengan penambahan dinding di bagian sisinya.

Dinding berupa benteng setinggi 2 meter dengan lebar 5 meter ini dibangun untuk meminimalisir serangan Belanda yang pernah menyerang keraton. Atas jasanya, ahli bangunan berkewarganegaraan Belanda yang masuk islam ini diberi gelar oleh Sultan dengan nama Pangeran Wiraguna.

Ketika Belanda menyerang kembali, Keraton menjadi sasaran utama dengan penghancuran kota dan membuat Sultan dan penghuninya meninggalkan keraton. Kejadian ini terjadi pada tahun 1813 saat Gubernur Jendral Belanda dipimpin oleh Herman Daendels.


Kunjungan Pertama Ke Keraton Surosowan
Sisa-sisa inilah yang kini terlihat dalam reruntuhan. Bangunan keraton yang menggunakan bahan bata campuran pasir dan kapur sebagai bahan dasarnya menjadi saksi bagaimana kehebatan Kerajaan Banten pada abad 17.

Walaupun hanya berupa reruntuhan, keraton yang disebut juga Benteng Surosowan ini masih memiliki beberapa sisa ruang yang dapat dilihat. Seperti Gerbang di bagian utara, serta kolam dan tempat beristirahat yang bernama Bale Kambang Rara danok. Bentuknya segi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter membuat kolam ini menjadi tempat yang pas untuk beristirahat bagi putri-putri sultan.


Kunjungan Pertama Ke Keraton Surosowan

Luas benteng bersejarah yang mencapai 4 hektar ini membuat pemerintah Provinsi Banten menetapkan reruntuhan ini sebagai cagar budaya yang dilindungi dan kaya akan sejarah Banten. Karenanya banyak pengunjung yang sering datang hanya untuk memlihat dan sedikit membayangkan bagaimana kejayaan Kerajaan Banten lewat reruntuhan Keraton Surosowan. [Riky/IndonesiaKaya]


3.     Masjid Agung Banten
Berbeda dengan situs peninggalan sejarah lainnya, Masjid Agung Banten merupakan salah satu bangunan bersejarah yang masih ramai digunakan hingga sekarang. Bukan hanya karena gedung tersebut masih berdiri kokoh dan masih digunakan untuk beribadah, tapi juga di Masjid ini terdapat makam sultan dan keluarga kerajaan, yang biasanya ramai dikunjungi oleh para peziarah. Sayangnya kondisi di sekitar Masjid tidak begitu terawat, namun hal itu tidak mengurangi keindahan bangunan Masjid ini.






Kunjungan Kedua Ke masjid Agung Banten (25 Desember 2015) 


4. Keraton Kaibon, Persembahan Sultan untuk Sang Bunda

Kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang banyak meninggalkan bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Salah satu bangunan yang masih tersisa adalah Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton kaibon menjadi salah satu bangunan cagar budaya Provinsi Banten yang menyimpan cerita kejayaan Kerajaan Banten Lama.

Dibangun pada tahun 1815, keraton ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiudin sebagai Sultan Banten ke 21 saat itu usianya masih 5 tahun. Nama Kaibon sendiri dipastikan diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat seperti ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.


Kunjungan Pertama Ke Keraton kaibon  (25 Desember 2015)
Keraton Kaibon dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya berada di bagian utara.

Dibagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. Gerbang yang bergaya Jawa dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya. Gerbang ini disebut juga dengan sebutan gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton.


Kunjungan Pertama Ke Keraton kaibon  (25 Desember 2015) 

Ruang Utama keraton ini tidak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah itu sendiri. Dibangun dengan menjorok ke tanah, kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin ruangan. Ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dahulu dapat di isi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam ruangan.

Keraton yang berdiri di tanah seluas mencapai 4 hektar ini, dibangun menggunakan batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur. Walaupun telah hancur, beberapa reruntuhan di keraton ini masih terlihat pondasi dan pilar-pilar yang utuh.

Salah satu yang terlihat jelas adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan masjid ini berada di sisi kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib.

Tahun 1832 Keraton Kaibon dihancurkan oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Gubernur VOC saat itu, Jendral Daen Dels. Penyerangan dilakukan karena Sultan Syaifudin menolak dengan keras permintaan sang jendral untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan. Bahkan utusan jendral yang bernama Du Puy dibunuh sultan hingga kepalanya dipenggal kemudian dikembalikan kepada jendral Daen Dels. Marah besar, jendral VOC tersebut menghancurkan keraton Kaibon hingga meninggalkan puing-puing yang tersisa saat ini.
Kunjungan Pertama Ke Keraton kaibon  (25 Desember 2015)

Kini, puing reruntuhan Keraton Kaibon meninggalkan cerita tentang kejayaan Banten Lama. Walaupun hanya berupa reruntuhan dan pondasi-pondasi bangunan, tidak membuat pengunjung berhenti mengunjungi cagar budaya di Provinsi Banten ini. Selain ingin melihat kejayaan Banten tempo dulu, keraton ini juga sering dijadikan pengunjung dan pasangan muda untuk mengabadikan diri dengan latar belakang keraton yang klasik serta artistik. [Riky/IndonesiaKaya]