PELAJARAN DARI PENGALAMAN TEMAN

Rabu, 09 Desember 2009
 
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Cerita dari seseorang yang indentitasnya ingin dirahasiakan

PENCARIAN JATI DIRI


KELUARGA YATIM
Sebuah keluarga hidup di tengah kota sekitar Jakarta selatan yang banyak akan aneka buah-buahan. Keluarga tersebut terdiri dari Bapak-Ibu dan tiga orang putra-putrinya (satu orang putra tinggal di Jawa, ia anak pertama). Suasana bahagia meiringi kehidupan keluarga tersebut. Ribut-ribut kecil (ribut karena kasih sayang) juga menghiasi kehidupan keluarga tersebut. Karena rasa sayangnya sang bapak terhadap anaknya, lalu sang bapak membelikan aneka boneka serta sekeranjang pistol-pistolan kepada putra putrinya. Sang ibupun menegurnya, agar jangan terlalu sering membelikan mainan atau jangan terlalu memanjakan. Hal itu dilakukan sang ibu karena rasa kasih sayangnya pula terhadap putra putrinya. Itu adalah salah satu gambaran kecil dari suasana yang berkaitan dengan keluarga tersebut. Adapun gambaran yang berkaitan dengan para tetangga adalah: datangnya para tetangga kerumah keluarga tersebut untuk menonton acara televisi, yang memang pada saat itu televisi termasuk barang yang langka dan mewah. Apalagi jika ada tanyangan pertandingan tinju Muhammad Ali, itu rumah serasa ramai sekali, karena para tetangga tidak mau kelewatan moment ini.

Saat ini Ibu dari keluarga itu, sedang hamil tua. Ini merupakan hari-hari terakhir untuk melahirkan. Tepat tanggal 1 april 1977, sang ibu akhirnya melahirkan putrinya yang kedua (anak ke lima) di sebuah rumah sakit. Sang bapakpun mengucapkan rasa syukur kepada Allah. swt atas kehadiran putri tercintanya. Akhirnya kini keluarga tersebut teridiri dari Ibapak-Ibu, tiga orang putra dan dua orang putri.

Seorang anak yang berusia empat tahun bernama B, merupakan anak ke 3 dari lima bersaudara. Disiang hari biasanya anak seusianya sedang tidur, B kecil malah jalan mondar mandir didalam rumahnya. Hingga akhirnya ia (B kecil) masuk ke kamar bapaknya (kamar depan), saat itu sang bapak sedang tidur. Tapi takala B melihat tempat tidur, ia kaget! Karena sang bapak tak ada di tempat. B kecilpun mencari-cari. Akhirnya, B kecil melihat sang bapak sedang di bawah tempat tidur (kala itu sang B kecil tak tahu akan situasi ini).

Sang bibi ( mbah MD) kala itu sedang menggendong adek B berusia 2 tahun (C). Ketika adek tertidur dalam gendongan bibi lalu sang bibi memindahkannya ke tempat tidur di kamar sang bapak. Setelah sang bibi memindahkan adek B (C), lalu B kecil mengatakan pada Bibinya “ Mbah-mbah! Coba lihat dikolong tempat tidur deh! masa bapak tidur di situ...? “

bibipun akhirnya melihat kebawah tempat tidur sambil berusaha membangunkan bapak B. Setelah dibangunkan dan di goyang berkali-kali bapakpun tak bangun-bangun. Bibipun kebelakang rumah yang diikuti oleh sang B kecil. Ketika itu pula sang bibi menangis, yang akhirnya para tetangga pada bertanya-tanya, “ ada apa gerangan....? “ bibipun menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan terbata-bata sambil bercucuran air mata. B-pun masuk ke dalam rumah dan melihat kearah jendela kamar depan. B terkejut! Karena didepan sana telah ramai dengan kurumunan orang, B binggung ada apa gerangan....! Bpun menghampiri sang bibi dan mengatakan hal tersebut diatas (bahwa di depan ramai banyak orang).

B kecilpun semakin binggung dengan keadaan sekitarnya.... dirumah kala itu memang ramai, banyak orang saling sibuk. Sedangkan B kecil hanya mondar-mandir melihat situasi ini, sambil bertanya dalam diri “ ada apa ini! Biasanya tak seperti ini... “ hingga saat mobil dengan lampu menyala (ambulance) datang (kala itu B kecil belum mengetahui apa itu ambulance). Dari dalam rumah dibawa kursi untuk ditaruh dalam ambulance dan tak lama kemudian bapak B di bawa kedalam ambulance. Bibi kala itu hanya menangis tak tahu apa yang hendak diperbuat, sang ibu saat itu masih berada dirumah sakit, adeku yang laki sedang tidur, kakaku yang perempuan (A) B tak tahu keberadaannya karana B lupa. Saat peristiwa tersebut diatas adeku yang paling kecil (D) berada dalam incubator. Kejadian ini terjadi sekitar enam hari dari ibuku melahirkan adeku yang paling kecil (7-April-1977). Seiringan dengan hal tersebut akhirnya mobil ambulance jalan meninggalkan rumah keluarga tersebut dan orang-orang yang tadi ramai kini sudah sepi meninggalkan rumahku satu persatu. Haripun kini gelap yang menandakan malam tiba.

Di tempat kamar yang tak begitu besar (kamar kecil belakang) dan diterangi oleh lampu penerangan seadanya (kala itu lampu seperti sekarang masih jarang) berkumpulah keluarga B tanpa dihadiri oleh bapak –ibunya. yaitu sang bibi (MD), kakak perempuan (A), B, dan adek laki (C). Kakak dan adek kala itu sedang tidur. Sedang B masih terjaga (memang sejak kecil B sukar sekali tidur lebih awal), ia tak dapat tidur karena sang bibi selalu menangis. Tiap kali B kecil bertanya pada sang bibi “ ada apa sih? Kok mbah menangis terus “ dan sang bibi sealalu saja tak menjawabnya, bahkan malah bertambah tangisnya... Kabar terakhir mengenai bapak kala itu belum ada. Karena saat di bawa kerumah sakit sang bapak dinyatakan masih hidup. Haripun berganti hingga hari baru dan dengan kabar baru pula..... “yang namanya kehidupan pasti akan mengalami kematian, ya itulah takdir dari yang maha kuasa”.... “Kita sebagai manusia tak punya daya dan kekuatan”.... Akhirnya bapak B dinyatakan meninggal dunia. Kala itu B kecil belum mengetahuai “apa arti dari meninggal... B pikir orang hidup tak akan meninggal” mungkin itu sebabnya takala B tanya ke bibi, tentang ada apa! Bibi tak menjawabnya....

**********
Rumah kamipun ramai. Seperti hari-hari sebelumnya B kecil kala itu hanya memperhatikan sekitarnya sambil bertanya dalam diri “ada apa yahh“. B kecil berjalan-jalan seiringan dengan kesibukan orang-orang sekitarnya. Yang B lihat kala itu “ada yang membawa bapak , lalu dimandikan, ada yang menyiapkan kain, ada yang menyiapkan peti dll“ ya! semuanya terjadi kala itu serba ramai dan sibuk, tapi didalam hati B kecil justru semuanya penuh dengan tanda tanya (ada apa semua ini?). Setelah bapak B dikebumikan, suasana rumahpun tersasa sepi hening. Pada hari-hari berikutnyapun juga demikian, biasanya ada penuh canda tawa, para tetangga pada nonton tv dll. Kini suasana tersebut hanya tinggal kenangan. Para tetangga kala itu mengira bahwa tv disini sudah dijual untuk keperluan hidup sehari-hari. karena disaat ibunya ditinggal bapaknya kondisi sang ibu belumlah bekerja.

Renungan:

itulah kejadian keluarga B saat-saat meninggalnya bapak B. Kondisi tersebut tentunya akan terasa sulit bagi ibunda untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, apalagi (kondisi kala itu sang ibu belumlah bekerja) serta adek dan kakak B masih kecil-kecil dan perjalanan masih panjang.

Ibuku Bekerja

Setelah sekian lama dari meninggalnya sang bapak. Suasana rumah mulai terbiasa lagi, walau terkadang B melihat sang ibu menangis seorang diri (karena mengenang masa lalu). Suatu saat dikala kami sedang duduk-duduk di luar teras depan dan sambil berbincang-bincang hangat, datanglah seseorang, ia tidak lain adalah sahabat dari bapakku yang menawarkan pekerjaan kepada ibuk B di Departemen Pertanian. Istilahnya “menggantikan dari posisi bapak B“ Mulai keesokan harinya ibu B sudah mulai bekerja. Anak-anak dari keluarga tersebut tentunya merasa kehilangan kembali dari sang ibu, yang biasanya sehari-hari selalu bersamanya. Kini dari pagi hingga sore hari tidak berjumpa dengan sang ibu. Oleh karena itu disaat ibunya hendak berangkat kerja, seluruh anak-anaknya pada berkumpul didepan rumah untuk melepas sang ibu berangkat kerja, sang ibupun menciumi pipi anak-anaknya satu persatu, setelah itu berangkatlah sang ibu dengan diiringi lambaian tangan ibu dan anak. Begitupun dengan suasana sore hari. Sebelum ibu mereka pulang sang anak pada berkumpul di ruang tamu, sambil melihat ke kearah jendela guna menyambut sang ibu pulang kerja. Dikala sang ibu sudah kelihatan, maka sang anak pada berlarian ke arah pintu sambil bersorak-sorai senang serta berkata “ibu pulang..ibu pulang...ibu pulang“ ssang bibipun jika sudah mendengar sorak-sorai suara anak-anak, iapun membuka pintu yang di kuncinya. Setelah pintu terbuka, sang anakpun berebut berlarian keluar rumah untuk menjemput sang ibu yang dicintainya tiba. Selain hal tersebut di atas kejadian yang selalu dinantikan adalah: di saat sang ibu sudah gajian. Karena sang ibu rutin membelikan majalah bobo untuk anak-anak tercintanya. Anak-anakpun selalu menantikan pula majalah bobo tersebut. Bahkan itu majalah dikerubungi beramai-ramai sambil duduk berjejer. (ingat kala itu ada cerita: bobo, Deni manusia ikan, putri juwita, gajah ..dll).

Renungan

Dikala suasana sudah normal kembali.... tiba-tiba saja sepi kembali (karena sang ibu bekerja) tentunya ini membuat B beserta adek dan kakak B, merasa kehilangan pula. Sehingga di saat ibu hendak berangkat kerja, dilepas dengan keberatan dan kesedihan, sedang tak kala pulang disambut dengan keriangan.

Masa Sekolah

Seperti halnya dengan keluarga-keluarga lainnya (para tetangga). B kala itu melihat para tetangga yang mempunyai anak sebaya denganku selalu bersama ibu dan bapaknya, bahkan jika bercerita tak luput menceritakan bapaknya. Seiring dengan hal tersebut (keadaan keluarga B yang yatim) dan ditambah ibu B yang bekerja, situasai ini kian membawa kesepian dan kehilangan akan figur orang tua. B-pun teringat kala bapaknya pergi dengan mobil ambulance (kala itu B belum tahu, jika bapaknya meninggal). “kok! bapak pergi, tapi ga pulang-pulang ya, tidak seperti ibu (pagi berangkat kerja dan sore pulang kerja)“ akhirnya B kecil mengajak adek lakinya (C) untuk ke halaman depan dekat pintu pagar. Tidak lain dan tidak bukan “untuk menunggu atau menjemput sang bapak pulang dari kepergiannya dengan mobil ambulance” kala itu Kami berdua duduk dipinggir jalan tempat lalu lalangnya orang-orang. Yang B lakukan kala itu adalah sambil berucap pada adek B “kok bapak ga pulang-pulang yahh! Kita tunggu disini saja yahh, mungkin bentar lagi bapak pulang“ itulah ucapan sang kakak pada sang adeknya. Bahkan bukan hanya itu. Disetiap kali ada lelaki dewasa berjalan menuju arah kami, aku berucap pada adekku.

“ini mungkin bapak kita, coba kita panggil“ dan Bpun mulai dengan penasarannya! Disaat datang lelaki menuju arahku (padahal orang ini berjalan hendak pulang kerumahnya bukan kemari), Bpun berucap:

“bapak-bapak pulang dong, pulang kesini”, tapi bapak itu terus berjalan sambil tersenyum..... “berati itu bukan bapak kita“ ucap B pada adeknya, datang lagi orang laki dewasa, hal-hal diatas terulang kembali. Entah hingga berapa lama dan berapa kali, orang laki dewasa yang kami tanyakan serupa dengan hal di atas. Karena merasa tak ada yang perduli dan capai akhirnya B kecil dan adeknyapun beranjak dari tempat itu dan masuk kedalam rumah dengan keputus asaannya karena tak berhasil menemukan bapaknya yang selalu dirindukannya dan bertanya pada sang bibi “mbah kok bapak ga pulang-pulang sihh...!”

renungkan

itulah.. gambaran dari keluarga B yang di Jakarta. Ia selalu merindukan figur dan kasih sayang seorang bapak, sehingga B kecil melakukan hal tersebut di atas. Tentunya peran sang bapak sangatlah diperlukan dalam proses pengembangan diri pada anak tersebut.

Seiringan dengan berjalannya waktu, akhirnya sang anak satupersatu pada memasuki dunia pendidikan ada yang TK dan SD. Dan disaat inilah B dapat mengerti “bahwa manusia itu dapat meninggal” adapun anak yang ditinggal meninggal oleh bapaknya desebut “yatim“, sedangkan anak ynag ditinggal meninggal oleh ibunya disebuit “piatu“ bahkan B sempat bertanya dalam hati! kok segala sesuatunya selalu berkaitan denga anak yatim! seperti “cintialah anak yatim, ada hari anak yatim dll“ kenapa yang piatu tak disinggung-singgung! padahal ia juga tak punya orang tua? Kini sang anak sudah mendapatkan suasana yang serba baru dan menyenangkan. Dan berharap berkelanjutan hingga dewasa. Karena situasi yang baru dan ditambah banyak teman. Seperti halnya anak-anak laki-laki yang lainnya, maka Bpun mulai nakal, tapi nakal dalam koridor anak-anak. Seperti jika teman-teman sekolah dasarnya punya mainan, maka Bpun pun ingin memilikinya, apalagi dikala kecil dulu, B sudah terbiasa dibelikan aneka macam mainan oleh sang bapak. Terkadang juga menangis jika tak dibelikannya. Ulah dari kakaknya maka kini adeknya pun ikut-ikutan minta dibelikannya. Awalnya sang ibunda tak mau membelikan B mainan. Tapi setelah mengetahui sang anak (B) di pilih menjadi ketua kelas, akhirnya sang ibu membelikan mainanan untuk B.

**********

Campur Tangan

di Jawa, keluarga disana (jawa), bertanya yang duluar dugaan keluarga Jakarta:

“ngapain kemari jauh-jauh“Suasana keluarga B kini sudah bahagia. Disaat liburan sekolah, banyak kawan-kawan B yang pada berlibur ke tempat-tempat rekreasi di Jakarta, tapi kala itu keluarga B tidak berlibur ke tempat-tempat rekreasi. Yang B ingini kala itu, adalah bukan sekedar berlibur, tapi menenggok sang nenek dan kakek di Jawa. Karena selama ini memang baru sekali kesana itu juga waktu kecil dan belum tahu apa-apa. Bpun mengusulkan agar dapat pergi ke Jawa untuk menengok nenek dan kakek. Pada kesempatan libur berikutnya akhirnya sekeluarga B jadi pergi ke Jawa. Alangkah menyenagkan bagi B kala itu, apalagi berjumpa dengan nenek dan kakek. Sawah, gunung, ladang begitu indah sekali, tak pernah keluarga B melihat dan menikmatinya seindah hari ini. Perjalananpun sudah mendekati tujuan, ini ditandakan dengan banyaknya tetangga-tetangga setempat salaing menyapa kangen, karena memang sudah lama sekali tak pernah berkunjung ke Jawa, begitu pula dari sang bibi, yang keluarganya juga kangen. Akhirnya sampailah di tempat yang di nanti-nantikan, untuk berlibur sekaligus istirahat.

Keluarga Jawapun terkejut akan kehadiran keluarga Jakarta, karena sebelumnya tidak memberikan kabar. Ternyata yang terkejut juga bukan hanya dari keluarga Jawa, keluarga Jakarta pun tak kalah terkejutnya, bahkan lebih terkejut dari keluarga Jawa (terkejut karena apa.....?). Sebelum sampai tujuan, dan takala hendak berangkat ke Jawa kami/B membayangkan akan begitu menyenagkan kelak , jika sampai di Jawa. Ternyata...! setelah sampai

“uang kok di buang-buang di kereta“ ucak keluarga Jawa

maksudnya dengan kehadiran kami kemari, kan memerlukan ongkos untuk perjalanan naik kereta. Itu yang dimaksud dengan kok uang dibuang-buang dikererta. B dan sekeluarga kala itu bingung, sambil bertanya dalam diri

“kapan ibu buang-buang uang dikerata!“

“yaah sudaah!! nanti sore juga pulang ke Jakarta...!“

dan masih banyak lagi perkataan-perkataan yang serupa. Entah kenapa pada kondisi tersebut keluarga kami tak berkutik, hanya manguk dan diam saja. Padahal niat kami kesana adalah baik, selain sudah lama sekali tak ke sana. Syukurlah disana ada sang nenek yang begitu mengerti akan keadaan. Nenekpun berkata:

“ya sudah gapapa orang mau tengokin rumah kok...”

ucapan nenek tersebut sekaligus untuk meredakan situasi kala itu. Bukan hanya karena situasi yang panas! Tapi karena untuk mencegah ketidakberdayaan keluarga B. Yang memang suasana saat itu sangat berat sebelah. Satu sisi dari keluarga Jakarta hanya seorang ibu, sedang dari keluarga Jawa ada dua adek ibu (bulek dan paman). Kejadian tersebut diluar dugaan B dan keluarga B. Bpun terkejut dan dalam hati berkata

“ibu kan kakak paling tua disini (anak pertama, sebelumnya ada dua kakak ibu, tapi meninggal kala orok/bayi) kenapa adek-adeknya berani melawan kakaknya!“

karena situasi demikian menakutkan, imbasnya kami (anak-anaknya) sangat amat ketakutan. Memang sebelumnya keluarga B (anak-anaknya) tak pernah mengalami hal yang demikian. Kami keluarga Jakarta hanya terdiam kala itu. Tak tahu apa yang hendak mau dilakukan. Terasa waktu berjalan sangat lambat dan dunia sangat sempit.

Harapan kami kala itu adalah dari sang nenek. Dialah satu-satunya yang mengerti keadaan kami, selain dari suami dari bule (Om E). Tapi suami bule juga tak dapat berbuat banyak, karena dia tak ada hubungan langsung dengan keluarga kami. Entah situasi seperti apa kala itu, B juga tak dapat mengerti akan keadaan saat itu. Keluarga B saat itu seperti di sidang. Satu persatu kami ditanyai, dari ibu, kakak perempuan, B, adek laki, adek perempuan. Kami sebagai anak-anak disini tentunya tak tahu apa-apa, dan apa yang harus di jawab. Kami, sebagai anak-anak kala itu hanya kasihan terhadap ibunya. “kenapa ibu digitukan....” itu yang ada dibenak kami! Tas yang ibu bawa dibuka-buka dan diperiksa oleh bule dan paman, bahkan sampai berkas-berkas kertas dibaca pula dan ditanya-tanya tulisan tersebut! Apapun jawaban dari kami, baik ibu maupun anak-anaknya tak ada yang benar! Semua yang kami jawab salah semua. Karena salah, imbasnya yaa dimarahi kami semua. Sang nenek yang menyayangi kamipun sudah semaksimal mungkin mengademkan suasana. Nenekpun sudah memberi tahu kepada anaknya yaitu bulek dan paman agar jangan bersikap seperti itu, karena tak baik. Apa daya ucapan sang nenek tak didengar. Karena sang nenek sudah lanjut usia, ia juga tak dapat berbuat banyak. Ancaman saat kami tibapun masih berlaku. Mereka (bulek, paman) mengcamkan “bahwa nanti sore, ini hari pulang juga ke Jakarta“ sang nenekpun turun tangan lagi, tapi juga tak didengar. Kami sebagai anak-anaknya hanya terdiam menunduk ketakuatan sambil menangis, walaupun kami sebenarnya juga telah dilarang untuk menangis.... akhirnya ancaman “pulang hari ini di tunda“ kami pun bermalam disana.

Keberadaan kami disana begitu tegang dan menakutkan. Karena segala yang kami lakukan serba salah, diam apalagi... untuk tidur malam saja takut, yaa... takut! Takut nanti dimarahi “kok masih sore sudah tidur!“ begitu pula takala bangun pagi. Kami bangun pagi-pagi agar tak kena omelan. Saat itu kami (anak-anak) mengigil kedinginan dan masih sangat ngantuk. Dan pada pagi itu juga kami mandi, mengigilpun semakin jadi-jadi. Tapi apa daya... kami tahan sekuat mungkin. Sangat amat tersiksa kala itu rasanya. Kami hanya menghitung waktu dan jam agar berjalan cepat.

Merdeka dan bersyukur rasanya takala keluarga Jawa pada sibuk untuk bekerja. Yang ada disni sekarang adalah keluarga B beserta sang nenek. Sedangkan anak-anak bule kala itu sedang keluar, tapi kakak kami yang pertama (H, dia memang sejak kecil tinggal disana) entah kemana. Disinilah kesempatan kami untuk istirahat tidur dan juga untuk bercerita kepada sang nenek. Sang nenek kala itu senang berbincang-bincang dengan anaknya (ibu B). Kamipun bertanya kapada ibu agar cepat-cepat pulang “ibu-bu besok kita pulang saja yaa bu dan jangan lama-lama! Disini udah ga betah lagi...!“

Menjelang keluarga Jawa pada pulang kerja, adeku yang laki bernama C akhirnya melarikan diri karena ia tak betah dengan keadaan disini, yang memang sangat memberatkan dan menakutkan... keluarga Jawa pun kesal, semua kena marah karena ulah adeku ini. Semua sepatu kami (anak-anak) di umpetin dan diancam tak boleh pulang ke Jakarta lagi. Kami semua pada nangis, tapi nangis bukan karena omelan, nangis kita (ibu dan anak) karena kaburnya C, apakah ia (adek B/C) akan kembali lagi kesini, karena dari keluarga Jawa tak ada usaha mencarinya! Kami keluarga Jakarta ketakutan akan kehilangan K karena kami semua sayang kepada C. Akhirnya sore-sore C pulang. Ia pulang bukan karena apa-apa, melainkan ia tak mau pisah dengan saudaranya yang lain, C juga kan sayang dengan kami semua... kamipun juga sayang dengan C. keluarga Jakarta bersyukur karena pulangnya C sambil menagis haru. Tapi dilain sisi, dengan pulangnya C membuat amarah dari pihak keluarga Jawa. C dimarahi sedemikan rupa. Karena B ta tega melihatnya B-pun berkata “yang ajak ke Jawa B! dan bukan yang lain... jadi marahkan saja B! Karena B yang mengajak ke Jawa!“ tak lama kemudian B kini menjadi sasaran amarahnya, bahkan bukan hanya omelan yang diterima, tapi juga jeweran dikuping dan di bawah lidah mulut (dagu bagian bawah) ditusuk dengan jari tangan. Tangan yang untuk menjewer dan menusukpun berkuku panjang, ya sudah jelaslah menimbulkan luka! B pikir jika seandainya tangan yang kuat itu digunakan pada tempatnya justru akan membawa manfaat. Takala di jewer Bpuin menahan kesakitan, dengan tidak menangis, karena B tak mau menunjukan rasa kesakitan diantara ibu, B dan adekku yang akhirnya akan membuat mereka bersedih hati nantinya. Tapi apa daya! Daya tahan seorang anak kecil seberapa kuat sih... apalagi yang dihadapinya bukan tandingannya. kakapun menangis, sambil menyesali keinginan B yang mengajkak ke Jawa ini. Dalam benak B kala itu “ jika tahu seperti ini tentunya B tau mau mengajak belibur ke Jawa...” sambil menyesali keputusannya.

Hari dan tanggalpun berganti.... kami berharap agar nasib kamipun berubah dan berganti seperti hari dan tanggal tersebut atas. Tapi..... yaah itulah kami tak dapat berbuat banyak. Berdasarkan kejadian kemarin (saat adekku kabur) kamipun tak diijinkan untuk keluar dan pintu dikunci. Kami (anak-anak) merongrong kepada sangibu untuk segera pulang karena tak tahan lagi “udah sekarang saja-sekarang saja pulangnya! besok ga mau ahhh, udah ga betah lagi“ kami mintanya pun sambil menangis. Hari-hari merdeka (jika bisa disebut demikian) yaitu takala rumah di Jawa ditinggal kosong sepi oleh penghuninya untuk kerja. Yang ada hanya nenek yang kami mencintainya. Neneku ini sangatlah baik hati, tulus dalam segalanya. Akupun mencintai nenekku ini. Kini ia telah tiada.

Entah berapa hari kami terpaksa bertahan disini. Kini akhirnya tibalah saatnya pulang kerumah kami di Jakarta...... apakah penderitaan akan berakhir...? kami berharap demikian... kami pulang bersama paman kami. Padahal kami sangat mengharapkan dapat pulang sendiri, seperti halnya kami kemarin. Seperti diawal kami datang, demikian pula disaat akhir kami. Kami kembali disituasikan dengan kondisi yang tak menyenagkan, beberapa kata-kata yang terucap dari bule dan paman yang dapat membuat kami semua takut dan menangis dan takut, terutama B, karena Blah yang punya ide atau usulan untuk ke Jawa, sehingga mempunyai porsi imbas kena marah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan yang lain. Bpun kala itu tak dapat berbuat banyak! Pasrah saja, apa yang mereka lakukan, baik mulut maupun tangan yang harus bicara dan mampir ketubuh B, aku harus menerimanya. Sangat amat berat rasanya kala itu. Rasanya B harus memikul beban, yang berkali-kali lebih berat dari berat tubuhku. Karena beban yang ku emban adalah beban psikologis. Dunia terasa sangat amat sempit , panas dan sumpek, B ingin keluar dari dunia ini, entah kedunia mana saja, yang jelas tidak didunia ini pastinya. Bahkan disaat menjelang hendak pulang ke Jakarta.... sepatu B ditahan atau diumpetin dengan ancaman aku tak boleh ke Jakarta! Tahuuu apa yang ada dibenak B kala itu....B terasa hampa, pikiran kosong dan blank (susah untuk dituangkan dalam bentuk tulisan ini) intinya B tak menyadari keberadaan B kala itu. Dan dapat digambarkan kondisi saat itu adalah bahwa “diri B yang kecil, sudah tak tampak lagi, karena sudah tertiban beban yang teramat besar. Yang terlihat kala itu adalah segopoh beban yang menghancurkan jasad dan batin B“ atau dengan kata lain “kondisi kala itu ibarat mendirikan benang yang basah “ yaaa sudahlah, yang terpenting hari ini dapat pulang, dan keluar dari sini secepat apapun. Itu saja yang ada dipikiran B.

Kamipun sampai di Jakarta bersama pamanku. Dalam perjalanan menuju rumah, Bpun digandeng oleh tangan pamanku, tapi bukan gandengan perlindungan melainkan digandeng beserta dengan kukunya. Tanganku di jepit dengan kukunya yang panjang dan keras. B menahan rasa sakit itu, karena jika dilihat orang tak enak. Sepintas memang gandengan tangan itu merupakan gandengan perlindungan, tapi.... gandengan tersebut tidaklah demikian.... Kini akhirnya telah sampai dirumah kita, tapi kami disini tak seperti tuan rumah. Adapun peristiwa/kejadian di Jakarta tak jauh beda dengan kejadian di Jawa. Disni kami ditegaskan lagi agar kami tak lagi ke Jawa! Entah kenapa kamipun tak tahu alasannya. Padahal disana kan rumah nenek kami!

Renungan

Itulah gambaran kehidupan keluarga B. Adapun cerita tersebut bukannya hendak menjelek-jelekan keluarga Jawa ataupun yang lain. Anggaplah semua ini sebagai materi pendidikan kita kelak jika sudah berkeluarga. B harap ambil positifnya/hikmah dan buang negatifnya/jangan ditiru. Jika B kelak meninggal dunia lebih awal dari kalian, tentunya kalian dapat mendoakan B. Mungkin dengan adanya cerita diatas doa adek akan lebih kusyu lagi. Tapi yang jelas akan kejadian tersebut, B pribadi tidak ada rasa dendam ataupun membalasnya terhadap saudara-saudara B yang di Jawa. B mendoakan mereka pula. Hubungan kami kini sudah baik dan tak seperti dulu lagi. Hanya saja jika B ke Jawa trauma masa lalu masih saja menghantui diri B.

************

Trauma

Suasana liburan pun tak berkesan. Hari terus berlalu, kini tibalah saat masuk sekolah. Aktivitas belajarpun sudah bergulir. Disaat-saat istirahat dan pulang sekolah B dan sahabat-sahabat sekelas bermain dengan riangnya. Persoalan-persoalan yang menimpaku kala di Jawa hilang sudah. Berbahagia B sekarang, karena B menangung beban yang sesuai dengan porsinya, yaitu sebagai anak-anak yang bebas dan ceria. Bpun kala itu riang, gembira, tertawa, mengumpet, berlari dan lain-lain.... tapi! tiba-tiba saja B termemory akan kejadian yang tak kuinginkan (kala di Jawa), entah bayangan itu muncul dari mana ia datang begitu saja! Pada saat itulah B hilang semangat dalam segala hal, semuanya blank kosong. Yang B alami saat itu “tidak ada siapa-siapa kala itu, semuanya terang putih entah apa itu“. Padahal realitanya suasana kala itu lagi ramai...! jadi diri B hilang, yang teringat adalah kejadian-kejadian yang tak kuingini dan selanjutnya tubuh B lemah tak berdaya! Yaa seperti tadi “mendirikan benang yang basah!“ walaupun kondisiku tak pingsan. Rasanya hidupku dimasa kecil itu telah tersita oleh kejadian-kejadian tersebut (energi ku telah terkuras olehnya). Karena kejadia-kejadian tersebut (teringat akan peristiwa Jawa) terjadi tidak hanya sekali, melainkan berulang kali.

Dimasa SD tentunya juga ada beraneka ragam jenis sahabat dengan berbagai corak karakter. Satu diantara karakter sahabatku adalah “ingin mencampuri ursan orang lain atau jahil“ saat Sekolah Dasar B juga pernah di ejek oleh kawan B, bahwa “jika ada anak yatim, maka anaknya bakalan nakal“

Begitu pula dengan lingkungan rumah. Keluarga B mempunyai keterbatasan dalam bersosialisai dengan para tetangga, setelah sepeninggalan sang bapak. Begitu pula dengan diri B. Namanya juga anak kecil, tentunya banyak keributan-keributan antar sesama anak-anak, seperti B berkelahi dengan anak tetangga. Dalam perkelahian tersebut B mengalami kekalahan, karena B berkelahi seorang diri sedang lawannya dibantu oleh Bnya, bapak ataupun ibunya. Sedang B hanya seorang diri, bapak tak ada (telah meninggal), B laki juga tak ada (di Jawa), ibu kerja. Ya sudah akhirnya B hadapui dengan seorang diri dan kalah mutlak, walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa daya satu banding dua, bahkan tiga, tentunya tak seimbang. Apalagi jika sang lawan sudah mengadu kepada bapaknya ataupun ibunya, lalu kedua orang tua tersebut menghapiri rumah B, untuk mencari B. Jika ketemu, ya dimarahi B oleh bapak/ibunya. Pernah malah B di kejar-kejar pembantu sebelah, hingga B lari sekencang-kencangnya karena takutnya bahkan sampai rumahpun masih dicari-cari, sehingga hal ini membuat sang bibi marah. Terhadap tetangga sebelah.

Yang menjadi permasalahan disini adalah “pola pikir B terhadap laki-laki dewasa atau perempuan dewasa“ karena pengalaman kecil B takala di Jawa, maka B punya pemikiran “bahwa semua perempuan dewasa dan laki-laki dewasa adalah sama, maksudnya sama seperti bulek dan paman B“ jadi takala anak tetangga panggil ibu atau bapaknya, tentunya membuat B termemory akan kejadian-kejadian lampau dan hal ini membut ketakutanku atau traumaku kambuh lagi, sehingga untuk gairah hidup sudah segan dan ingin lari dari dunia ini entah kedunia mana.

Didalam sengketa dengan anak tetangga, pada saat yang bersamaan pula datang bulek dan paman dari Jawa. disinilah yang membuat B tak berdaya sedikitpun. Untuk menghindari dari paman dan bulek, B dan adek B main saja keluar... dengan alasan untuk belajar kelompok, padahal tidak demikian nyatanya, ini cuma bentuk pelarian saja. Tapi pelarian sementara saja, karena setelah pelarian tersebut, maka akan timbul masalah baru tentunya takala sampai di kerumah (keterkekangan). Sebelum kami sampai dirumah, kamipun merencanakan segala sesuatunya agar seiya sekata dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tentunya akan dipertanyakan nantinya oleh paman ataupun bulek. Takala sampai didepan rumah B dan adek B saling tunjuk-menunjuk untuk masuk kerumah terlebih dahulu.... sambil saling dorong-mendorong, tapi sebelum masuk rumah sang pamanpun jauh lebih sigap dari pada kami, ia sudah berdiri didepan pintu! Lalu B dipanggil yang pertama sedang adek B disuruh tunggu diluar. B ditanya macam-macam serta B jawab semaksimal mungkin sesuai dengan kesepakatan dengan adek B. Yaa apa boleh buat apapun bentuk jawaban dan dirancang seapik mungkin, tetap saja diomelin, baik dengan tangan ataupun mulut, setelah B selesai, maka sekarang giliran adekku... dan kejadiannyapun serupa. Intinya! Jangankan bulek dan paman datang! Mereka tidak datangpun, tapi jika teringat oleh B maka akan meninbulkan trauma yang membuat B tak sadarkan diri, walaupun tak pingsan, tapi keberadaan B, B sadari (maksudnya B masih sadar jika B masih hidup...penj)

B-pun kini terjepit dua arah satu sisi dari anak tetangga satu lagi dari bulek dan paman B. B berkata dalam hati:

“di dunia ini sudah tidak ada tempat lagi bagi B! Lebih baik B mati saja, dari pada begini terus! “

berulang kali B berpikiran seperti itu. Tapi yang namanya anak kecil, hanya tau mati saja, tapi jalan menuju matinya tidak tahu. (B kala itu tidak tahu, tentang bunuh diri. Jika bunuh diri itu dapat mengakibatkan mati! Yang B inginkan kala itu hanya mati saja dan bukan bunuh diri!, karena belum tahu bunuh diri). karena ketidaktahuan untuk bunuh dirilah yang menghindarkan diri B dari kematian. Seandainya B tahu bunuh diri bisa mengakibatkan mati, maka....... Alhamdulillah, B bersyukur, karena terhindar dari ajakan kejahatan.

Dalam hati B berpikir

“kenapa semua orang tak sayang dengan B! Trus siapa lagi yang perduli atau menyayangi B, kapan semua ini akan berakhir! B benar-benar tak kuat dan tak kuat dan ingin mati! “

“jika B mati (kata-kata mati kasar yah! Memang kala kecil B cuma tahu kata itu!), mungkin semua orang akan lega dan senang..!“

“jika B mati, mudah-mudahan bulek dan paman menyesali perbuatannya, dan tak mau mengulanginya lagi “

“jika B mati, mudah-mudahan teman-temanku juga menyesal merasa kehilangan B“

“B ingin kabur dari sini/rumah jakarta, tapi kemana? Dan nantinya bagaimana! B tak tahu daerah jakarta dan sekitarnya! Di Jakarta tak betah, di Jawa juga, lalu dimana tempat B....!“

kejadian-kejadian tersebut diatas berulang kali terjadi, dan termemory dalam ingatan B akan kelakuan mereka, baik oleh bulek dan paman maupun anak-anak tetangga beserta B, bapak dan ibunya. Sehingga B terdogma oleh pemikiran “semua orang-orang dewasa baik laki-laki dan perempuan sama semua, yaitu seperti bulek dan paman“ bukan hanya itu saja! Jika B dirumah lalu ada orang dewasa datang ataupun bertamu, B takut dan lari kedalam, padahal orang tersebut adalah orang baek-baek, mungkin rasa trauma tersebut yang membuat B demikian. Selama perjalanan kecil B yang terpogram dibenak B adalah “B tak berdaya menghadapi segalanya“

Renungan

Mental yang paling lemah adalah mental takala kita masih kecil, ia belum mempunyai prinsip dalam kehidupan serta belum memiliki pelindung (pemikiran yang cerdas), justru ia memerlukan pelindung! Tapi yang B alami kala itu! B tak punya pelindung dan belum mempunyai prinsip hidup, pelindung satu-satunya adalah jalan kematian.... kalian jangan kwatirkan B sekarang yahhh. B sekarang tidak seperti B yang dahulu dan B tak ada niatan untuk bunuh diri. Apalagi kalian sayang B, Bpun tak mau meninggalkan kalian sendirian....

************

B’s junior

kini B sudah menginjak bangku SMP. Singkat cerita di SMP inilah saat saat B berjaya dalam bidang studi pelajaran B. B di sini/SMP menjadi acuan dari kawan-kawan. Disaat kelas dua B mempunyai nilai tambah dalam bidang studi matematika. Setiap kali ulangan B mendapatkan nilai bekisar 10 dan 9, sehingga diraport nilai matematikaku bernilai 9. guru Bpun selalu saja menyanjugku yang membuat B jadi ga enak. Diantara ucapan dari guru B adalah

“jika di Indonesia ada orang seperti B 20 saja, maka indonesia akan maju“ yang kedua

uru matematikaku berkata... “dikelas ini di pegang oleh tiga orang yang mempunyai nila tertinggi yang saling bersaing, yaitu yang ketiga: Mas Gatot, kedua: Mas Hendra (kala itu B berpikiran wahhh hebat ya orang tersebut! lantas yang no satunya siapa ya? tentunya paling the best, B ingin bersahabat dengannya ahhh nantinya...) dan yang pertama tertinggi adalah Mas B.

B sama sekali tak menduga jika B yang pertama. Begitu pula saat di kelas tiga! Bahkan B jadi primadona para wanita..he..he..he.. hanya saja B kala itu masih lugu.... (sekarang juga masih lugu...he..he..he..). dalam mengerjakan soal matematika, B selalu disuruh mengerjakan paling akhir, maksudnya jika semua siswa sudah tak dapat mengerjakan soal, maka B disuruh mengerjakannya hiiii ngeri, syukurnya B dapat mengerjakan, jika tidak.....!? Tapi pernah sekali B hampir tak dapat mengerjakan soal. Lucunya lagi saat siswa-siswa disuruh maju untuk mengerjakan soal sesuai no urut, justru B yang paling repot, semua orang pada panggil nama B, hanya untuk meminta jawabannya saja. Bukan hanya itu saja, B menjadi rebutan para wanita untuk masuk dalam kelompok belajar mereka. Dan akhirnya semua tawaran itu B tolak semua, tapi apa yang terjadi. Satu diantara teman wanitaku, menyuruh teman lakiku, untuk menjemput B dan disuruh belajar kelompok di rumah teman wanita itu.

Selain itu pretasi dalam olah ragapun lumayan bagus. B di kelas merupakan pelari terkuat dan tercepat. Padahal jika dibandingkan dengan kawan-kawan, tubuh B kan kecil. B juga ga tahu dan gak nyangka... kok bisa yaahhh. Dalam olah raga B dapat lari mengelilingi lapangan sepak bola dengan waktu tertentu hingga 14 kali putaran. Sedang anak-anak yang lain sekitar 5-6 putaran. Lumayankan pretasi B! Dalam berlari kawan-kawan yang wanita selalu menanyakan “S sudah berapa putaran?” Begitu pula dengan lari cepat.... B dapat waktu tercepat. Awalnya B ragu, karena lawan yang dihadapi adalah tinggi-tinggi, tentunya saja mereka mempunyai langkah yang panjang. Tapi entah kenapa B bisa mendahului mereka. Tapi B pernah kalah sekali dalam olah raga lari, saat itu adalah untuk nilai ebta (tentunya nilai ini penting bagi siswa semua). B disini urutan ketiga. Pada saat itu B sedang sakit (kena flu), sehingga ada pengaruhnya dalam nafas. Sedang lawan yang B hadapi ternyata ia sebelum bertanding sudah minum nafasin (kata orang bisa tambah kuat) B kaget mendengarnya, seusia SMP ternyata sudah memakai obat untuk dorongan! Kala itu lari untuk 1600 m atau 4x putaran lapangan sepak bola. Untuk putaran pertama dan kedua B masih diurutan 2 terakhir dari belakang dan pada putaran ketiga B mulai start atau di perkencang. Satu per satu lawan B susul... dan pada putaran terakhir B maksimalkan kecepatan B, tapi apa daya nafas B tak kuat karena sedang flu. Tapi B tetap berusaha semaksimal mungkin apalagi garis finis sudah dekat dan terlihat di depan, walaupun B melihatnya sudah samar-samar. Tapi apa daya B kalah. Usai lari tersebut mata B kunang-kunang, perut mual dan ingin muntah, badan tegang-tegang, rasanya sudah tak kuat lagi dan dalam hati berkata “kapok-kapok lagi deh, ga mau maksain lagi deh” lalu teman-teman sekelas B datang (karena lari ini bukan untuk sekelas, tapi antar kelas) dia memberi spirit untuk B

“sudah gapapa, elo kan dalam kondisi ga fit”

“jelas saja dia menang, orang dia minum nafasin, sebelum bertanding”

“tadinya gue ga nyangka jika elo dapat sekuat ini, apalagi pada putaran 1 dan 2, elo berada pada posisi akhir”

“hebat gue salut ama elo, elo kuat juga”

itulah diantara komentar teman-teman sekelas.

Beda lari, beda pula dengan lompat tinggi. Untuk lompat tinggi B urutan ketiga dari satu kelas. Tapi urutan pertama dan kedua orangnya berpostur tubuh tinggi-tinggi. B jadi malu dan ga enak dengan kawan-kawan B. Takala giliran B untuk melompat, para pendukung B (terutama yang wanita, entah kenapa B kok sebagian besar didukung oleh para wanita) dia mensorak-soraikan B. Tahap demi tahap dari ketinggian terendah hingga meninggkat B dapat atasi, tapi setelah ketinggian maksimal B tak dapat melewati... tapi syukurnya para pendukung B dapat mengerti akan hal itu he..he...he...

Satu hal yang membuat B penasaran kala SMP adalah “masalah wanita yang mendapat beasiswa” kala B kelas satu dan dua. B ingin tahu dan ingin sekelas dengannya. Akhirnya kelas tiga B sekelas, dia menjadi rival berat bagi B. B akui dia lebih hebat dari B, tapi dalam dua pelajaran B unggul atasnya yaitu matematika dan fisika. Dia memang hebat, cerdas dan lugas. Dalam olah raga, B katakan ia no satu diantara wanita, jika dibandingkan dengan B tentunya ga seimbang. Sesuatu itu kan ada takarannya dan tempatnya.

************
B’s Senior

Dibangku SMA inilah perubahan dratis B.... B kelas satu ikut ekskur KIR (Karya Ilmiah Remaja). Pada saat awal masuk diadakan test masuk. Dan hasil dari test pun diumumkan untuk penentuan peringkat dan sejenisnya dalam kepengurusan. Ternyata dari hasil test, hanya ada satu orang yang paling bagus. Perlu kalian ketahui peserta yang ikut test ini ada kawan B yang mendapat nilai terbaik matematika pada urutan dua dan tiga (kalian baca lagi cerita di atas deh). Mereka semua duduk satu jejer dengan B. Kita saling memuji “siapa ya orangnya, berarti hebat dia” dan akhirnya diumumkan “yang paling bagus, benar semua, dan mendapat nilai 100 adalah.... S” B kaget dan terkejut serta tak yakin. Tadinya B pikir, B akan mengalami kesulitan dalam bersaing di bangku SMA. Akhirnya B di suruh berdiri dan diperkenalkan dengan rekan-rekan, B jadi malu... he..he...he...

Begitu pula kala ulangan harian matematika dari sekian kali ulangan rata-rata anak-anak mendapatkan nilai buruk. Karena kecewa akhirnya Bapak Guru membuat keputusan. Bagi murid yang memenuhi angka bagus akan dibebaskan untuk tidak mengikuti ulangan selanjutnya. Dikelas B ternyata yang lolos ada tiga anak. Dua perempuan ( Handayani dan Maulia) dan satu pria. Dan pria tersebut adalah B. Akhirnya B dan dua kawan B bebas ta mengikuti ulangan “jadi ingat lagi tuh masa sekolah”.

Tapi sejalan dengan waktu dan perkembangan psikologi B, akhirnya B mulai senang bermain dengan anak-anak ketimbang belajar atau sejenisnya. Ini terjadi saat kelas dua. Diantara ceritanya yaitu: Kala itu B berangkat dengan boncengan motor teman. Satu motor tiga orang, pulang pergi B bareng dengan mereka. Kadang pulang sekolah bukan langsung pulang melainkan main dulu atau jalan-jalan bertiga dengan satu motor. Dan pada suatu saat (hari sabtu) B hanya berdua boncengan dengan yang empunya motor. Yang empunya motor mengatakan pada B saat antarkan B ke rumah “tanah dirumah elo sudah mahal ya!, berapa harganya permeter?”. Pada hari berikutnya yaitu senin B tak bareng dengan yang empunya motor. Hari selasa saat anak-anak pada olah raga, tiba-tiba ada pengumuman dari speaker yang mengumumkan “bahwa anak kelas II fisika1 yang bernama Muhammad Hijrat telah meninggal dunia pada hari senin......” B dan teman-teman sekelas kaget dan kegiatan olah ragapun dihentikan.

Pada baju seragam B bagian belakangnya B tulis dengan cat poster yang tak dapat dihapus. Dengan tulisan “obituary” artinya biografi orang yang sudah meninggal. Itu B ambil dari grup musik metal yang tergolong paling keras. Karena B tiba disekolah terlambat dan baju B tak dimasukan serta dengan cirikhas B yaitu lengan baju yang digulung. Akhirnya B ketawan oleh wakil kepala sekolah dan B dipanggil ke kantor. Dikantor B ditunjukan dihadapan para guru sambil menunjukan tulisan di baju B. Para gurupun pada komentar! syukurnya guru yang baek atau yang memperhatikan B tak ada, jika ada B maluuu. Lalu tas B ditahan dan B disuruh pulang untuk ganti baju. Tapi B tak pulang dan tak ganti baju, alias nongkrong di warung. Dan disana pun ada preman sekolah, dia biang nakal dan tak naik kelas, B juga kenal dia karena sama-sama kelas fisika (dia pernah memaksa teman B untuk meminum minuman berakohol) ia menghampiri B, dan menawarkan tukar pakaian dengan dia. Akhirnya B bertukaran baju dengannya lalu B menembus tas B. Tapi ada hal yang sangat menarik dari preman sekolah itu... hayooo kalian dapat menebak ga?.... salah tebakan kalian. dia sekarang berubah 180 derajat. Dia sekarang alim, dan menjauhi yang namanya maksiat. Jika berada di tempat ramai dia selalu menyeleksi tempat-tempat yang sangat minim dosanya. Dan dia ternyata kader PK (nama dahulu, karena dia sejak Pk bediri sudah berkecimpung).

Saat usai liburan sekolah. Proses belajar belum berjalan maksimal. Oleh karena itu anak-anak (tidak semua) pada cabut untuk pulang, termasuk B. Kala itu B sedang bediri di depan kantin sekolah dengan membawa tas. Dari arah samping ada kepala sekolah dengan membawa buku yang tebal beberapa buah. Ia ngomel-ngomel, B pikir ia marah pada orang yang sedang bawa beras (orang gudang). Setelah kepala sekolah dekat dengan B, lalu tiba-tiba saja buku dan tangannya melayang ke arah muka B “kepraaak bruk” setelah menimpa muka B buku-bukunyapun pada berjatuhan. Melihat kejadian ini anak-anak yang membawa tas (dengan niatan untuk cabut) pada berlarian masuk kelas masing-masing dan membatalkan niatan untuk cabut. Dalam hati B kala itu “aduh di tampar!, preman sekolah saja belum pernah ditampar seperti ini, tapi gue yang malah kena, padahal kan cuma ikut-ikutan...” pada peristiwa tersebut B dikasih surat tegoran dan harus ditanda tangani oleh orang tua. kalian tau apa yang B lakukan... B memalsukan tanda tangan ibuku. Ups.. jangan ditiru ya...

Pernah juga B ikut tawuran, pernah cabut saat keluar maen dan masuk untuk sekolah lagi usai keluar main dengan memanjat pagar setinggi dua meter, hingga tangan B kena kawat dan hingga kini bekasnya masih ada. Jika hari sabtu sore ada upacara bendera B juga sering cabut dan tak ikut upacara sekolah (aduh B jadi malu sendiri jika ingat masa lalu!). dan yang amat disayangkan lagi (seharusnya B tak melakukan hal ini). B dulu dicalonkan dan diberi kepercayaan menjadi ketua KIR. Tapi pada saat penunjukan untuk seleksi B tak datang. Akhirnya kesempatan untuk jadi ketua gagal, lalu kembali B dicalonkan untuk jadi wakil ketua, tapi B abaikan, hingga akhirnya B di tetapkan menjadi wakil ketua dua. Begitu baiknya para pengurus KIR pada B, hanya dari pihak Blah yang tak tahu diri.... B tentunya bersalah dengan mereka-mereka.

Kini dikelas tiga. Pada kelas tiga B banyak digosipkan dengan wanita. Maksudnya B ada rasa dengan wanita x misalnya atau sebaliknya. Padahal B kala itu ta pernah dekat dengan wanita alias masih takut he..he..he.. tapi memang betul ada beberapa wanita yang menaksir B. Terutama beberapa anak sosial dan beberapa adek kelas (kelas II biologi). Untuk anak sosial ada yang bilang “sayang S nggak berani, jika dia berani dan terus terang tentunya gue mau ama dia” teman-teman B-pun pada mendorong B untuk bilang pada anak sosial itu. Tapi B kan dulu masih lugu dan belum mengenal cinta. Dan akhirnya B tak gubris, walaupun anak sosial itu menanti tanggapan dari B. Begitpun dengan wanita adek kelas II biologi. Jika B lewat kelasnya selalu B dipanggil-panggil nama B “S-S” entah dia tahu nama B dari mana! B saja tak tahu nama dia! Setelah dipanggil Lalu B digoda serta dijodohin dengan seseorang dari dia.

Intinya B tak pernah main dengan wanita. Kala itu B selalu main dengan pria. Malah B akrab dan satu gank dengan beberapa pentolan kelas, karena pulangnya searah. Dan diantara pentolan kelas itu telah komit tak akan kenal wanita termasuk B (tak mengenal wanita dalam tanda kutip), eehhh ga taunya mereka yang mengaku pentolan kelas yang kalah, justru B yang tetap setia dengan komit B. Sebenarnya bukan setia, tapi karena B kala itu belum mengenal cinta he...he...he...

Ada cerita yang cukup membuat B GR dan Malu. kalian masih ingat Muhammad Hijrat kawan B yang meninggal. Dia kan anak baru, dan mukanya kata teman-teman persis Dede Yusuf, makanya dipanggil Jojo. Lalu ada tiga anak III sosial (satu gang permainan) salah terka. Yang mereka maksud Jojo adalah B. B jadi malu tuhh. Tiap ketemu B dimanapun mareka selalu menghampiri B sambil memanggil nama Jojo-Jojo dan minta tanda tangan. Dalam hati B “aduuuh yang dimaksud Jojo itu bukan gueeee, gimana nihh”. Begitu pula saat B dikelas, jika kelas mereka pulang duluan, mereka bertiga memanggil-manggil (dengan pelan/gerak bibir) dan menunggu B dibalik pintu. Tapi akhirnya mereka tahu siapa sebenarnya yang dimaksud Jojo. Yaitu takala Muhammad Hijrat meninggal. Eeeh akhirnya mereka keterusan panggil B Jojo.

Dari semua perjalanan masa SMA. Akhirnya B dihadapkan oleh hasil dari kelakuan B selama ini. Yaitu B mendapatkan nilai nem terendah dikelas.....

Karakter Diriku

Perjalanan dari SD beranjak ke SMP dan SMA semuanya melalui proses yang panjang dan berat. Berbagai karakter B terbentuk dari akumulasi-akumulasi tiap-tiap kejadian yang B alami. B tak dapat mencontoh figur langsung dari sang bapak, hanya proses pencarian diri Blah yang akan membentuk karakter dirinya. Sehingga yang timbul dari diri B adalah pencarian figur-figur kebenaran. Hingga berapa banyak orang yang masuk dalam penilaian B (penilaian dalam figur kebenaran). Dalam setiap perjumpaan dengan orang-orang baru, selalu B menilai keseluruhan, lalu B belajar dari orng tersebut, tapi jika orang tersebut melenceng dari penilaian B, maka B berpaling dari orang tersebut (hanya sisi negatifnya saja) dan mencari kembali orang-orang yang baru kembali. Sehingga dengan demikian sudah banyak orang yang ternilai oleh B. Dan Bpun juga sudah belajar berapa banyak dalam proses pencarian jadi dirinya melalui figur-figur kebenaran (sepanjang yang B pahami). Tapi semua pencarian figur-figur kebenaran, ada saja kekurangannya, Bpun masih mencari yang terbaik dari yang terbaik! Hingga sekian lama juga tak tertemukan figur tersebut hingga akhirnya membawa pencarian yang terakhir yang B temukan yaitu “figuir kebenaran yang sejati“ dia adalah “Rasuluullah“ tapi dengan demikian tidak begitu saja mencampakkan figur-figur yang lainnya sepanjang mereka tetap dalam ikhtiar mencari kebenaran.

Jadi pedoman B pertama untuk figur kebenaran adalah Rasulullah, lalu orang-orang yang berjuang dalam jalan Allah, siapapun orangnya dan dari golongan apapun, karena kebenaran datang pada siapapun yang Allah kehendaki. Baik itu pengemis, pengamen, pengusaha, pekerja dll.

Dan saat B pelatihan pun tetap masih mencari dan mencari. B juga banyak belajar dari semua sahabat-sahabt B, banyak yang B ambil dari mereka semua.

Baik itulah sedikit kisah B.

Sekarang pembaca tahu siapa B sebenarnya. Yahh itulah B apa adanya dan segala tingkah laku B selama ini tentunya tidak lepas dari masa lalunya. Jadi B sangat butuh kritikan dan segalanya untuk menopang kekurangan pada diri B.

Mengenai B yang kurang tegas!

Karena sejak kecil B terkondisikan untuk tidak mempunyai kebebasan pendapat (segala yang B lakukan kala itu selalu bernilai salah, Jadi melakukan sesuatu salah, diam juga salah!). sehingga B tak punya pilihan kecuali menuruti apa yang dikatakan bulek ataupun paman. Walaupun untuk melaksanakan sangatlah berat. Karena sudah termemory sejak kecil hingga kini akhirnya masih berlanjut... tentunya juga B sudah berusaha juga untuk meninggalkannya.

Seperti anak kecil tidak seperti usianya.

Tepat sekali memang itu yang B alami, bahkan dengan sadar. Mungkin ini satu-satunya karakter B yang asli. Entah kenapa B bisa berkelakuan seperti ini? di keluarga Jakarta yang bertingkah laku seprti anak kecil, ya B ini, bahkan jika dibandingkan dengan adek B yang paling kecil (yang wanita) masih kekanakan B. Bahkan ada teman panggil B dengan sebutan BOWCE alias B centil.. he..he..he.. teman kampus dan teman sma juga demikian. Tapi tidak semuanya tingkah laku B demikian. Dan B akui memang B sering berkelakuan seperti ini, bahkan B dulunya inginnya sih jadi anak bontot, tapi apa boleh buat!

Kesimpulan

Itulah perjalanan B dari kecil hingga kini. Tentunnya dalam kehidupan kenyataan B masih banyak kekurangan-kekurangannya. Diri B jika dibandingkan dengan anak-anak lainnya B banyak kelemahan. Karena dari perjalanan B dari kecil seperti cerita yang diatas dan itu sangat berpengaruh pada diri B. Tapi semua itu tidak B jadikan alasan, karena B/manusia mempunyai akal fikiran dan kehendak bebas. Pointnya bagaimana kita dapat memfungsikan akal pikiran tersebut untuk meraih keberhasilan dunia akherat. Karena fitrah manusia pada dasarnya adalah mencintai kebenaran.

Pembaca tentunya pernah melihat tingkah laku B yang tak sesuai dengan kebiasaan anak-anak, tentunya pembaca dapat memakluminnya. Tapi akan lebih baik pembaca memberikan saran kepada B, sehingga B dapat merubah kelakuan tersebut.

Itulah perihal yang B buat. Maaf sebelumnya karena B dalam penulisannya banyak kesalahan dalam penulisan maupun ada kata-kata yang tidak tepat karena keterbatasan waktu serta kesibukan dan rutinitas kerja.

Cerita dari seseorang yang indentitasnya ingin dirahasiakan

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.