Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Cerita dari seseorang yang indentitasnya ingin
dirahasiakan
PENCARIAN JATI DIRI
KELUARGA YATIM
Sebuah keluarga hidup di tengah kota sekitar Jakarta selatan
yang banyak akan aneka buah-buahan. Keluarga tersebut terdiri dari Bapak-Ibu
dan tiga orang putra-putrinya (satu orang putra tinggal di Jawa, ia anak
pertama). Suasana bahagia meiringi kehidupan keluarga tersebut. Ribut-ribut
kecil (ribut karena kasih sayang) juga menghiasi kehidupan keluarga tersebut.
Karena rasa sayangnya sang bapak terhadap anaknya, lalu sang bapak membelikan
aneka boneka serta sekeranjang pistol-pistolan kepada putra putrinya. Sang
ibupun menegurnya, agar jangan terlalu sering membelikan mainan atau jangan
terlalu memanjakan. Hal itu dilakukan sang ibu karena rasa kasih sayangnya pula
terhadap putra putrinya. Itu adalah salah satu gambaran kecil dari suasana yang
berkaitan dengan keluarga tersebut. Adapun gambaran yang berkaitan dengan para
tetangga adalah: datangnya para tetangga kerumah keluarga tersebut untuk
menonton acara televisi, yang memang pada saat itu televisi termasuk barang
yang langka dan mewah. Apalagi jika ada tanyangan pertandingan tinju Muhammad
Ali, itu rumah serasa ramai sekali, karena para tetangga tidak mau kelewatan
moment ini.
Saat ini Ibu dari keluarga itu, sedang hamil tua. Ini
merupakan hari-hari terakhir untuk melahirkan. Tepat tanggal 1 april 1977, sang
ibu akhirnya melahirkan putrinya yang kedua (anak ke lima) di sebuah rumah
sakit. Sang bapakpun mengucapkan rasa syukur kepada Allah. swt atas kehadiran
putri tercintanya. Akhirnya kini keluarga tersebut teridiri dari Ibapak-Ibu,
tiga orang putra dan dua orang putri.
Seorang anak yang berusia empat tahun bernama B,
merupakan anak ke 3 dari lima bersaudara. Disiang hari biasanya anak seusianya
sedang tidur, B kecil malah jalan mondar mandir didalam rumahnya. Hingga
akhirnya ia (B kecil) masuk ke kamar bapaknya (kamar depan), saat itu sang
bapak sedang tidur. Tapi takala B melihat tempat tidur, ia kaget! Karena sang
bapak tak ada di tempat. B kecilpun mencari-cari. Akhirnya, B kecil melihat
sang bapak sedang di bawah tempat tidur (kala itu sang B kecil tak tahu akan
situasi ini).
Sang bibi ( mbah MD) kala itu sedang menggendong adek
B berusia 2 tahun (C). Ketika adek tertidur dalam gendongan bibi lalu sang bibi
memindahkannya ke tempat tidur di kamar sang bapak. Setelah sang bibi
memindahkan adek B (C), lalu B kecil mengatakan pada Bibinya “ Mbah-mbah! Coba
lihat dikolong tempat tidur deh! masa bapak tidur di situ...? “
bibipun akhirnya melihat kebawah tempat tidur sambil
berusaha membangunkan bapak B. Setelah dibangunkan dan di goyang berkali-kali
bapakpun tak bangun-bangun. Bibipun kebelakang rumah yang diikuti oleh sang B
kecil. Ketika itu pula sang bibi menangis, yang akhirnya para tetangga pada
bertanya-tanya, “ ada apa gerangan....? “ bibipun menjawab
pertanyaan-pertanyaannya dengan terbata-bata sambil bercucuran air mata. B-pun
masuk ke dalam rumah dan melihat kearah jendela kamar depan. B terkejut! Karena
didepan sana telah ramai dengan kurumunan orang, B binggung ada apa
gerangan....! Bpun menghampiri sang bibi dan mengatakan hal tersebut diatas
(bahwa di depan ramai banyak orang).
B kecilpun semakin binggung dengan keadaan
sekitarnya.... dirumah kala itu memang ramai, banyak orang saling sibuk.
Sedangkan B kecil hanya mondar-mandir melihat situasi ini, sambil bertanya
dalam diri “ ada apa ini! Biasanya tak seperti ini... “ hingga saat mobil dengan
lampu menyala (ambulance) datang (kala itu B kecil belum mengetahui apa itu
ambulance). Dari dalam rumah dibawa kursi untuk ditaruh dalam ambulance dan tak
lama kemudian bapak B di bawa kedalam ambulance. Bibi kala itu hanya menangis
tak tahu apa yang hendak diperbuat, sang ibu saat itu masih berada dirumah
sakit, adeku yang laki sedang tidur, kakaku yang perempuan (A) B tak tahu
keberadaannya karana B lupa. Saat peristiwa tersebut diatas adeku yang paling
kecil (D) berada dalam incubator. Kejadian ini terjadi sekitar enam hari dari
ibuku melahirkan adeku yang paling kecil (7-April-1977). Seiringan dengan hal
tersebut akhirnya mobil ambulance jalan meninggalkan rumah keluarga tersebut
dan orang-orang yang tadi ramai kini sudah sepi meninggalkan rumahku satu
persatu. Haripun kini gelap yang menandakan malam tiba.
Di tempat kamar yang tak begitu besar (kamar kecil
belakang) dan diterangi oleh lampu penerangan seadanya (kala itu lampu seperti
sekarang masih jarang) berkumpulah keluarga B tanpa dihadiri oleh bapak
–ibunya. yaitu sang bibi (MD), kakak perempuan (A), B, dan adek laki (C). Kakak
dan adek kala itu sedang tidur. Sedang B masih terjaga (memang sejak kecil B
sukar sekali tidur lebih awal), ia tak dapat tidur karena sang bibi selalu
menangis. Tiap kali B kecil bertanya pada sang bibi “ ada apa sih? Kok mbah
menangis terus “ dan sang bibi sealalu saja tak menjawabnya, bahkan malah
bertambah tangisnya... Kabar terakhir mengenai bapak kala itu belum ada. Karena
saat di bawa kerumah sakit sang bapak dinyatakan masih hidup. Haripun berganti
hingga hari baru dan dengan kabar baru pula..... “yang namanya kehidupan pasti
akan mengalami kematian, ya itulah takdir dari yang maha kuasa”.... “Kita
sebagai manusia tak punya daya dan kekuatan”.... Akhirnya bapak B dinyatakan
meninggal dunia. Kala itu B kecil belum mengetahuai “apa arti dari meninggal...
B pikir orang hidup tak akan meninggal” mungkin itu sebabnya takala B tanya ke
bibi, tentang ada apa! Bibi tak menjawabnya....
**********
Rumah kamipun ramai. Seperti hari-hari sebelumnya B
kecil kala itu hanya memperhatikan sekitarnya sambil bertanya dalam diri “ada
apa yahh“. B kecil berjalan-jalan seiringan dengan kesibukan orang-orang
sekitarnya. Yang B lihat kala itu “ada yang membawa bapak , lalu dimandikan,
ada yang menyiapkan kain, ada yang menyiapkan peti dll“ ya! semuanya terjadi
kala itu serba ramai dan sibuk, tapi didalam hati B kecil justru semuanya penuh
dengan tanda tanya (ada apa semua ini?). Setelah bapak B dikebumikan, suasana
rumahpun tersasa sepi hening. Pada hari-hari berikutnyapun juga demikian,
biasanya ada penuh canda tawa, para tetangga pada nonton tv dll. Kini suasana
tersebut hanya tinggal kenangan. Para tetangga kala itu mengira bahwa tv disini
sudah dijual untuk keperluan hidup sehari-hari. karena disaat ibunya ditinggal
bapaknya kondisi sang ibu belumlah bekerja.
Renungan:
itulah kejadian keluarga B saat-saat meninggalnya
bapak B. Kondisi tersebut tentunya akan terasa sulit bagi ibunda untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga, apalagi (kondisi kala itu sang ibu belumlah bekerja)
serta adek dan kakak B masih kecil-kecil dan perjalanan masih panjang.
Ibuku Bekerja
Setelah sekian lama dari meninggalnya sang bapak.
Suasana rumah mulai terbiasa lagi, walau terkadang B melihat sang ibu menangis
seorang diri (karena mengenang masa lalu). Suatu saat dikala kami sedang
duduk-duduk di luar teras depan dan sambil berbincang-bincang hangat, datanglah
seseorang, ia tidak lain adalah sahabat dari bapakku yang menawarkan pekerjaan
kepada ibuk B di Departemen Pertanian. Istilahnya “menggantikan dari posisi
bapak B“ Mulai keesokan harinya ibu B sudah mulai bekerja. Anak-anak dari
keluarga tersebut tentunya merasa kehilangan kembali dari sang ibu, yang
biasanya sehari-hari selalu bersamanya. Kini dari pagi hingga sore hari tidak
berjumpa dengan sang ibu. Oleh karena itu disaat ibunya hendak berangkat kerja,
seluruh anak-anaknya pada berkumpul didepan rumah untuk melepas sang ibu
berangkat kerja, sang ibupun menciumi pipi anak-anaknya satu persatu, setelah
itu berangkatlah sang ibu dengan diiringi lambaian tangan ibu dan anak.
Begitupun dengan suasana sore hari. Sebelum ibu mereka pulang sang anak pada
berkumpul di ruang tamu, sambil melihat ke kearah jendela guna menyambut sang
ibu pulang kerja. Dikala sang ibu sudah kelihatan, maka sang anak pada
berlarian ke arah pintu sambil bersorak-sorai senang serta berkata “ibu
pulang..ibu pulang...ibu pulang“ ssang bibipun jika sudah mendengar sorak-sorai
suara anak-anak, iapun membuka pintu yang di kuncinya. Setelah pintu terbuka,
sang anakpun berebut berlarian keluar rumah untuk menjemput sang ibu yang
dicintainya tiba. Selain hal tersebut di atas kejadian yang selalu dinantikan
adalah: di saat sang ibu sudah gajian. Karena sang ibu rutin membelikan majalah
bobo untuk anak-anak tercintanya. Anak-anakpun selalu menantikan pula majalah
bobo tersebut. Bahkan itu majalah dikerubungi beramai-ramai sambil duduk
berjejer. (ingat kala itu ada cerita: bobo, Deni manusia ikan, putri juwita,
gajah ..dll).
Renungan
Dikala suasana sudah normal kembali.... tiba-tiba saja
sepi kembali (karena sang ibu bekerja) tentunya ini membuat B beserta adek dan
kakak B, merasa kehilangan pula. Sehingga di saat ibu hendak berangkat kerja,
dilepas dengan keberatan dan kesedihan, sedang tak kala pulang disambut dengan
keriangan.
Masa Sekolah
Seperti halnya dengan keluarga-keluarga lainnya (para
tetangga). B kala itu melihat para tetangga yang mempunyai anak sebaya denganku
selalu bersama ibu dan bapaknya, bahkan jika bercerita tak luput menceritakan bapaknya.
Seiring dengan hal tersebut (keadaan keluarga B yang yatim) dan ditambah ibu B
yang bekerja, situasai ini kian membawa kesepian dan kehilangan akan figur
orang tua. B-pun teringat kala bapaknya pergi dengan mobil ambulance (kala itu
B belum tahu, jika bapaknya meninggal). “kok! bapak pergi, tapi ga
pulang-pulang ya, tidak seperti ibu (pagi berangkat kerja dan sore pulang
kerja)“ akhirnya B kecil mengajak adek lakinya (C) untuk ke halaman depan dekat
pintu pagar. Tidak lain dan tidak bukan “untuk menunggu atau menjemput sang
bapak pulang dari kepergiannya dengan mobil ambulance” kala itu Kami berdua
duduk dipinggir jalan tempat lalu lalangnya orang-orang. Yang B lakukan kala
itu adalah sambil berucap pada adek B “kok bapak ga pulang-pulang yahh! Kita
tunggu disini saja yahh, mungkin bentar lagi bapak pulang“ itulah ucapan sang
kakak pada sang adeknya. Bahkan bukan hanya itu. Disetiap kali ada lelaki
dewasa berjalan menuju arah kami, aku berucap pada adekku.
“ini mungkin bapak kita, coba kita panggil“ dan Bpun
mulai dengan penasarannya! Disaat datang lelaki menuju arahku (padahal orang
ini berjalan hendak pulang kerumahnya bukan kemari), Bpun berucap:
“bapak-bapak pulang dong, pulang kesini”, tapi bapak
itu terus berjalan sambil tersenyum..... “berati itu bukan bapak kita“ ucap B
pada adeknya, datang lagi orang laki dewasa, hal-hal diatas terulang kembali.
Entah hingga berapa lama dan berapa kali, orang laki dewasa yang kami tanyakan
serupa dengan hal di atas. Karena merasa tak ada yang perduli dan capai
akhirnya B kecil dan adeknyapun beranjak dari tempat itu dan masuk kedalam
rumah dengan keputus asaannya karena tak berhasil menemukan bapaknya yang
selalu dirindukannya dan bertanya pada sang bibi “mbah kok bapak ga
pulang-pulang sihh...!”
renungkan
itulah.. gambaran dari keluarga B yang di Jakarta. Ia
selalu merindukan figur dan kasih sayang seorang bapak, sehingga B kecil
melakukan hal tersebut di atas. Tentunya peran sang bapak sangatlah diperlukan
dalam proses pengembangan diri pada anak tersebut.
Seiringan dengan berjalannya waktu, akhirnya sang anak
satupersatu pada memasuki dunia pendidikan ada yang TK dan SD. Dan disaat
inilah B dapat mengerti “bahwa manusia itu dapat meninggal” adapun anak yang
ditinggal meninggal oleh bapaknya desebut “yatim“, sedangkan anak ynag
ditinggal meninggal oleh ibunya disebuit “piatu“ bahkan B sempat bertanya dalam
hati! kok segala sesuatunya selalu berkaitan denga anak yatim! seperti
“cintialah anak yatim, ada hari anak yatim dll“ kenapa yang piatu tak disinggung-singgung!
padahal ia juga tak punya orang tua? Kini sang anak sudah mendapatkan suasana
yang serba baru dan menyenangkan. Dan berharap berkelanjutan hingga dewasa.
Karena situasi yang baru dan ditambah banyak teman. Seperti halnya anak-anak
laki-laki yang lainnya, maka Bpun mulai nakal, tapi nakal dalam koridor
anak-anak. Seperti jika teman-teman sekolah dasarnya punya mainan, maka Bpun
pun ingin memilikinya, apalagi dikala kecil dulu, B sudah terbiasa dibelikan
aneka macam mainan oleh sang bapak. Terkadang juga menangis jika tak
dibelikannya. Ulah dari kakaknya maka kini adeknya pun ikut-ikutan minta
dibelikannya. Awalnya sang ibunda tak mau membelikan B mainan. Tapi setelah
mengetahui sang anak (B) di pilih menjadi ketua kelas, akhirnya sang ibu
membelikan mainanan untuk B.
**********
Campur Tangan
di Jawa, keluarga disana (jawa), bertanya yang duluar
dugaan keluarga Jakarta:
“ngapain kemari jauh-jauh“Suasana keluarga B kini
sudah bahagia. Disaat liburan sekolah, banyak kawan-kawan B yang pada berlibur
ke tempat-tempat rekreasi di Jakarta, tapi kala itu keluarga B tidak berlibur
ke tempat-tempat rekreasi. Yang B ingini kala itu, adalah bukan sekedar
berlibur, tapi menenggok sang nenek dan kakek di Jawa. Karena selama ini memang
baru sekali kesana itu juga waktu kecil dan belum tahu apa-apa. Bpun
mengusulkan agar dapat pergi ke Jawa untuk menengok nenek dan kakek. Pada
kesempatan libur berikutnya akhirnya sekeluarga B jadi pergi ke Jawa. Alangkah
menyenagkan bagi B kala itu, apalagi berjumpa dengan nenek dan kakek. Sawah,
gunung, ladang begitu indah sekali, tak pernah keluarga B melihat dan
menikmatinya seindah hari ini. Perjalananpun sudah mendekati tujuan, ini
ditandakan dengan banyaknya tetangga-tetangga setempat salaing menyapa kangen,
karena memang sudah lama sekali tak pernah berkunjung ke Jawa, begitu pula dari
sang bibi, yang keluarganya juga kangen. Akhirnya sampailah di tempat yang di
nanti-nantikan, untuk berlibur sekaligus istirahat.
Keluarga Jawapun terkejut akan kehadiran keluarga Jakarta,
karena sebelumnya tidak memberikan kabar. Ternyata yang terkejut juga bukan
hanya dari keluarga Jawa, keluarga Jakarta pun tak kalah terkejutnya, bahkan
lebih terkejut dari keluarga Jawa (terkejut karena apa.....?). Sebelum sampai
tujuan, dan takala hendak berangkat ke Jawa kami/B membayangkan akan begitu
menyenagkan kelak , jika sampai di Jawa. Ternyata...! setelah sampai
“uang kok di buang-buang di kereta“ ucak keluarga Jawa
maksudnya dengan kehadiran kami kemari, kan memerlukan
ongkos untuk perjalanan naik kereta. Itu yang dimaksud dengan kok uang
dibuang-buang dikererta. B dan sekeluarga kala itu bingung, sambil bertanya
dalam diri
“kapan ibu buang-buang uang dikerata!“
“yaah sudaah!! nanti sore juga pulang ke Jakarta...!“
dan masih banyak lagi perkataan-perkataan yang serupa.
Entah kenapa pada kondisi tersebut keluarga kami tak berkutik, hanya manguk dan
diam saja. Padahal niat kami kesana adalah baik, selain sudah lama sekali tak
ke sana. Syukurlah disana ada sang nenek yang begitu mengerti akan keadaan.
Nenekpun berkata:
“ya sudah gapapa orang mau tengokin rumah kok...”
ucapan nenek tersebut sekaligus untuk meredakan
situasi kala itu. Bukan hanya karena situasi yang panas! Tapi karena untuk
mencegah ketidakberdayaan keluarga B. Yang memang suasana saat itu sangat berat
sebelah. Satu sisi dari keluarga Jakarta hanya seorang ibu, sedang dari
keluarga Jawa ada dua adek ibu (bulek dan paman). Kejadian tersebut diluar
dugaan B dan keluarga B. Bpun terkejut dan dalam hati berkata
“ibu kan kakak paling tua disini (anak pertama,
sebelumnya ada dua kakak ibu, tapi meninggal kala orok/bayi) kenapa
adek-adeknya berani melawan kakaknya!“
karena situasi demikian menakutkan, imbasnya kami
(anak-anaknya) sangat amat ketakutan. Memang sebelumnya keluarga B
(anak-anaknya) tak pernah mengalami hal yang demikian. Kami keluarga Jakarta
hanya terdiam kala itu. Tak tahu apa yang hendak mau dilakukan. Terasa waktu
berjalan sangat lambat dan dunia sangat sempit.
Harapan kami kala itu adalah dari sang nenek. Dialah
satu-satunya yang mengerti keadaan kami, selain dari suami dari bule (Om E).
Tapi suami bule juga tak dapat berbuat banyak, karena dia tak ada hubungan
langsung dengan keluarga kami. Entah situasi seperti apa kala itu, B juga tak
dapat mengerti akan keadaan saat itu. Keluarga B saat itu seperti di sidang.
Satu persatu kami ditanyai, dari ibu, kakak perempuan, B, adek laki, adek
perempuan. Kami sebagai anak-anak disini tentunya tak tahu apa-apa, dan apa
yang harus di jawab. Kami, sebagai anak-anak kala itu hanya kasihan terhadap
ibunya. “kenapa ibu digitukan....” itu yang ada dibenak kami! Tas yang ibu bawa
dibuka-buka dan diperiksa oleh bule dan paman, bahkan sampai berkas-berkas
kertas dibaca pula dan ditanya-tanya tulisan tersebut! Apapun jawaban dari
kami, baik ibu maupun anak-anaknya tak ada yang benar! Semua yang kami jawab
salah semua. Karena salah, imbasnya yaa dimarahi kami semua. Sang nenek yang
menyayangi kamipun sudah semaksimal mungkin mengademkan suasana. Nenekpun sudah
memberi tahu kepada anaknya yaitu bulek dan paman agar jangan bersikap seperti
itu, karena tak baik. Apa daya ucapan sang nenek tak didengar. Karena sang
nenek sudah lanjut usia, ia juga tak dapat berbuat banyak. Ancaman saat kami
tibapun masih berlaku. Mereka (bulek, paman) mengcamkan “bahwa nanti sore, ini
hari pulang juga ke Jakarta“ sang nenekpun turun tangan lagi, tapi juga tak
didengar. Kami sebagai anak-anaknya hanya terdiam menunduk ketakuatan sambil
menangis, walaupun kami sebenarnya juga telah dilarang untuk menangis....
akhirnya ancaman “pulang hari ini di tunda“ kami pun bermalam disana.
Keberadaan kami disana begitu tegang dan menakutkan.
Karena segala yang kami lakukan serba salah, diam apalagi... untuk tidur malam
saja takut, yaa... takut! Takut nanti dimarahi “kok masih sore sudah tidur!“
begitu pula takala bangun pagi. Kami bangun pagi-pagi agar tak kena omelan.
Saat itu kami (anak-anak) mengigil kedinginan dan masih sangat ngantuk. Dan
pada pagi itu juga kami mandi, mengigilpun semakin jadi-jadi. Tapi apa daya...
kami tahan sekuat mungkin. Sangat amat tersiksa kala itu rasanya. Kami hanya
menghitung waktu dan jam agar berjalan cepat.
Merdeka dan bersyukur rasanya takala keluarga Jawa
pada sibuk untuk bekerja. Yang ada disni sekarang adalah keluarga B beserta sang
nenek. Sedangkan anak-anak bule kala itu sedang keluar, tapi kakak kami yang
pertama (H, dia memang sejak kecil tinggal disana) entah kemana. Disinilah
kesempatan kami untuk istirahat tidur dan juga untuk bercerita kepada sang
nenek. Sang nenek kala itu senang berbincang-bincang dengan anaknya (ibu B).
Kamipun bertanya kapada ibu agar cepat-cepat pulang “ibu-bu besok kita pulang
saja yaa bu dan jangan lama-lama! Disini udah ga betah lagi...!“
Menjelang keluarga Jawa pada pulang kerja, adeku yang
laki bernama C akhirnya melarikan diri karena ia tak betah dengan keadaan
disini, yang memang sangat memberatkan dan menakutkan... keluarga Jawa pun
kesal, semua kena marah karena ulah adeku ini. Semua sepatu kami (anak-anak) di
umpetin dan diancam tak boleh pulang ke Jakarta lagi. Kami semua pada nangis,
tapi nangis bukan karena omelan, nangis kita (ibu dan anak) karena kaburnya C,
apakah ia (adek B/C) akan kembali lagi kesini, karena dari keluarga Jawa tak
ada usaha mencarinya! Kami keluarga Jakarta ketakutan akan kehilangan K karena
kami semua sayang kepada C. Akhirnya sore-sore C pulang. Ia pulang bukan karena
apa-apa, melainkan ia tak mau pisah dengan saudaranya yang lain, C juga kan
sayang dengan kami semua... kamipun juga sayang dengan C. keluarga Jakarta bersyukur
karena pulangnya C sambil menagis haru. Tapi dilain sisi, dengan pulangnya C
membuat amarah dari pihak keluarga Jawa. C dimarahi sedemikan rupa. Karena B ta
tega melihatnya B-pun berkata “yang ajak ke Jawa B! dan bukan yang lain... jadi
marahkan saja B! Karena B yang mengajak ke Jawa!“ tak lama kemudian B kini
menjadi sasaran amarahnya, bahkan bukan hanya omelan yang diterima, tapi juga
jeweran dikuping dan di bawah lidah mulut (dagu bagian bawah) ditusuk dengan
jari tangan. Tangan yang untuk menjewer dan menusukpun berkuku panjang, ya
sudah jelaslah menimbulkan luka! B pikir jika seandainya tangan yang kuat itu
digunakan pada tempatnya justru akan membawa manfaat. Takala di jewer Bpuin
menahan kesakitan, dengan tidak menangis, karena B tak mau menunjukan rasa
kesakitan diantara ibu, B dan adekku yang akhirnya akan membuat mereka bersedih
hati nantinya. Tapi apa daya! Daya tahan seorang anak kecil seberapa kuat
sih... apalagi yang dihadapinya bukan tandingannya. kakapun menangis, sambil
menyesali keinginan B yang mengajkak ke Jawa ini. Dalam benak B kala itu “ jika
tahu seperti ini tentunya B tau mau mengajak belibur ke Jawa...” sambil
menyesali keputusannya.
Hari dan tanggalpun berganti.... kami berharap agar
nasib kamipun berubah dan berganti seperti hari dan tanggal tersebut atas.
Tapi..... yaah itulah kami tak dapat berbuat banyak. Berdasarkan kejadian
kemarin (saat adekku kabur) kamipun tak diijinkan untuk keluar dan pintu
dikunci. Kami (anak-anak) merongrong kepada sangibu untuk segera pulang karena
tak tahan lagi “udah sekarang saja-sekarang saja pulangnya! besok ga mau ahhh,
udah ga betah lagi“ kami mintanya pun sambil menangis. Hari-hari merdeka (jika
bisa disebut demikian) yaitu takala rumah di Jawa ditinggal kosong sepi oleh
penghuninya untuk kerja. Yang ada hanya nenek yang kami mencintainya. Neneku
ini sangatlah baik hati, tulus dalam segalanya. Akupun mencintai nenekku ini.
Kini ia telah tiada.
Entah berapa hari kami terpaksa bertahan disini. Kini
akhirnya tibalah saatnya pulang kerumah kami di Jakarta...... apakah
penderitaan akan berakhir...? kami berharap demikian... kami pulang bersama
paman kami. Padahal kami sangat mengharapkan dapat pulang sendiri, seperti
halnya kami kemarin. Seperti diawal kami datang, demikian pula disaat akhir kami.
Kami kembali disituasikan dengan kondisi yang tak menyenagkan, beberapa
kata-kata yang terucap dari bule dan paman yang dapat membuat kami semua takut
dan menangis dan takut, terutama B, karena Blah yang punya ide atau usulan
untuk ke Jawa, sehingga mempunyai porsi imbas kena marah yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan yang lain. Bpun kala itu tak dapat berbuat banyak! Pasrah
saja, apa yang mereka lakukan, baik mulut maupun tangan yang harus bicara dan
mampir ketubuh B, aku harus menerimanya. Sangat amat berat rasanya kala itu.
Rasanya B harus memikul beban, yang berkali-kali lebih berat dari berat
tubuhku. Karena beban yang ku emban adalah beban psikologis. Dunia terasa
sangat amat sempit , panas dan sumpek, B ingin keluar dari dunia ini, entah kedunia
mana saja, yang jelas tidak didunia ini pastinya. Bahkan disaat menjelang
hendak pulang ke Jakarta.... sepatu B ditahan atau diumpetin dengan ancaman aku
tak boleh ke Jakarta! Tahuuu apa yang ada dibenak B kala itu....B terasa hampa,
pikiran kosong dan blank (susah untuk dituangkan dalam bentuk tulisan ini)
intinya B tak menyadari keberadaan B kala itu. Dan dapat digambarkan kondisi
saat itu adalah bahwa “diri B yang kecil, sudah tak tampak lagi, karena sudah
tertiban beban yang teramat besar. Yang terlihat kala itu adalah segopoh beban
yang menghancurkan jasad dan batin B“ atau dengan kata lain “kondisi kala itu
ibarat mendirikan benang yang basah “ yaaa sudahlah, yang terpenting hari ini
dapat pulang, dan keluar dari sini secepat apapun. Itu saja yang ada dipikiran
B.
Kamipun sampai di Jakarta bersama pamanku. Dalam
perjalanan menuju rumah, Bpun digandeng oleh tangan pamanku, tapi bukan
gandengan perlindungan melainkan digandeng beserta dengan kukunya. Tanganku di
jepit dengan kukunya yang panjang dan keras. B menahan rasa sakit itu, karena
jika dilihat orang tak enak. Sepintas memang gandengan tangan itu merupakan
gandengan perlindungan, tapi.... gandengan tersebut tidaklah demikian.... Kini
akhirnya telah sampai dirumah kita, tapi kami disini tak seperti tuan rumah.
Adapun peristiwa/kejadian di Jakarta tak jauh beda dengan kejadian di Jawa.
Disni kami ditegaskan lagi agar kami tak lagi ke Jawa! Entah kenapa kamipun tak
tahu alasannya. Padahal disana kan rumah nenek kami!
Renungan
Itulah gambaran kehidupan keluarga B. Adapun cerita
tersebut bukannya hendak menjelek-jelekan keluarga Jawa ataupun yang lain.
Anggaplah semua ini sebagai materi pendidikan kita kelak jika sudah
berkeluarga. B harap ambil positifnya/hikmah dan buang negatifnya/jangan ditiru.
Jika B kelak meninggal dunia lebih awal dari kalian, tentunya kalian dapat
mendoakan B. Mungkin dengan adanya cerita diatas doa adek akan lebih kusyu
lagi. Tapi yang jelas akan kejadian tersebut, B pribadi tidak ada rasa dendam
ataupun membalasnya terhadap saudara-saudara B yang di Jawa. B mendoakan mereka
pula. Hubungan kami kini sudah baik dan tak seperti dulu lagi. Hanya saja jika
B ke Jawa trauma masa lalu masih saja menghantui diri B.
************
Trauma
Suasana liburan pun tak berkesan. Hari terus berlalu,
kini tibalah saat masuk sekolah. Aktivitas belajarpun sudah bergulir.
Disaat-saat istirahat dan pulang sekolah B dan sahabat-sahabat sekelas bermain
dengan riangnya. Persoalan-persoalan yang menimpaku kala di Jawa hilang sudah.
Berbahagia B sekarang, karena B menangung beban yang sesuai dengan porsinya,
yaitu sebagai anak-anak yang bebas dan ceria. Bpun kala itu riang, gembira,
tertawa, mengumpet, berlari dan lain-lain.... tapi! tiba-tiba saja B termemory
akan kejadian yang tak kuinginkan (kala di Jawa), entah bayangan itu muncul
dari mana ia datang begitu saja! Pada saat itulah B hilang semangat dalam
segala hal, semuanya blank kosong. Yang B alami saat itu “tidak ada siapa-siapa
kala itu, semuanya terang putih entah apa itu“. Padahal realitanya suasana kala
itu lagi ramai...! jadi diri B hilang, yang teringat adalah kejadian-kejadian
yang tak kuingini dan selanjutnya tubuh B lemah tak berdaya! Yaa seperti tadi
“mendirikan benang yang basah!“ walaupun kondisiku tak pingsan. Rasanya hidupku
dimasa kecil itu telah tersita oleh kejadian-kejadian tersebut (energi ku telah
terkuras olehnya). Karena kejadia-kejadian tersebut (teringat akan peristiwa
Jawa) terjadi tidak hanya sekali, melainkan berulang kali.
Dimasa SD tentunya juga ada beraneka ragam jenis
sahabat dengan berbagai corak karakter. Satu diantara karakter sahabatku adalah
“ingin mencampuri ursan orang lain atau jahil“ saat Sekolah Dasar B juga pernah
di ejek oleh kawan B, bahwa “jika ada anak yatim, maka anaknya bakalan nakal“
Begitu pula dengan lingkungan rumah. Keluarga B
mempunyai keterbatasan dalam bersosialisai dengan para tetangga, setelah
sepeninggalan sang bapak. Begitu pula dengan diri B. Namanya juga anak kecil,
tentunya banyak keributan-keributan antar sesama anak-anak, seperti B berkelahi
dengan anak tetangga. Dalam perkelahian tersebut B mengalami kekalahan, karena
B berkelahi seorang diri sedang lawannya dibantu oleh Bnya, bapak ataupun
ibunya. Sedang B hanya seorang diri, bapak tak ada (telah meninggal), B laki
juga tak ada (di Jawa), ibu kerja. Ya sudah akhirnya B hadapui dengan seorang
diri dan kalah mutlak, walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi apa
daya satu banding dua, bahkan tiga, tentunya tak seimbang. Apalagi jika sang
lawan sudah mengadu kepada bapaknya ataupun ibunya, lalu kedua orang tua
tersebut menghapiri rumah B, untuk mencari B. Jika ketemu, ya dimarahi B oleh
bapak/ibunya. Pernah malah B di kejar-kejar pembantu sebelah, hingga B lari
sekencang-kencangnya karena takutnya bahkan sampai rumahpun masih dicari-cari,
sehingga hal ini membuat sang bibi marah. Terhadap tetangga sebelah.
Yang menjadi permasalahan disini adalah “pola pikir B
terhadap laki-laki dewasa atau perempuan dewasa“ karena pengalaman kecil B
takala di Jawa, maka B punya pemikiran “bahwa semua perempuan dewasa dan
laki-laki dewasa adalah sama, maksudnya sama seperti bulek dan paman B“ jadi
takala anak tetangga panggil ibu atau bapaknya, tentunya membuat B termemory
akan kejadian-kejadian lampau dan hal ini membut ketakutanku atau traumaku kambuh
lagi, sehingga untuk gairah hidup sudah segan dan ingin lari dari dunia ini
entah kedunia mana.
Didalam sengketa dengan anak tetangga, pada saat yang
bersamaan pula datang bulek dan paman dari Jawa. disinilah yang membuat B tak
berdaya sedikitpun. Untuk menghindari dari paman dan bulek, B dan adek B main
saja keluar... dengan alasan untuk belajar kelompok, padahal tidak demikian
nyatanya, ini cuma bentuk pelarian saja. Tapi pelarian sementara saja, karena
setelah pelarian tersebut, maka akan timbul masalah baru tentunya takala sampai
di kerumah (keterkekangan). Sebelum kami sampai dirumah, kamipun merencanakan
segala sesuatunya agar seiya sekata dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
tentunya akan dipertanyakan nantinya oleh paman ataupun bulek. Takala sampai
didepan rumah B dan adek B saling tunjuk-menunjuk untuk masuk kerumah terlebih
dahulu.... sambil saling dorong-mendorong, tapi sebelum masuk rumah sang
pamanpun jauh lebih sigap dari pada kami, ia sudah berdiri didepan pintu! Lalu
B dipanggil yang pertama sedang adek B disuruh tunggu diluar. B ditanya
macam-macam serta B jawab semaksimal mungkin sesuai dengan kesepakatan dengan
adek B. Yaa apa boleh buat apapun bentuk jawaban dan dirancang seapik mungkin,
tetap saja diomelin, baik dengan tangan ataupun mulut, setelah B selesai, maka
sekarang giliran adekku... dan kejadiannyapun serupa. Intinya! Jangankan bulek
dan paman datang! Mereka tidak datangpun, tapi jika teringat oleh B maka akan
meninbulkan trauma yang membuat B tak sadarkan diri, walaupun tak pingsan, tapi
keberadaan B, B sadari (maksudnya B masih sadar jika B masih hidup...penj)
B-pun kini terjepit dua arah satu sisi dari anak
tetangga satu lagi dari bulek dan paman B. B berkata dalam hati:
“di dunia ini sudah tidak ada tempat lagi bagi B!
Lebih baik B mati saja, dari pada begini terus! “
berulang kali B berpikiran seperti itu. Tapi yang
namanya anak kecil, hanya tau mati saja, tapi jalan menuju matinya tidak tahu.
(B kala itu tidak tahu, tentang bunuh diri. Jika bunuh diri itu dapat
mengakibatkan mati! Yang B inginkan kala itu hanya mati saja dan bukan bunuh
diri!, karena belum tahu bunuh diri). karena ketidaktahuan untuk bunuh dirilah
yang menghindarkan diri B dari kematian. Seandainya B tahu bunuh diri bisa
mengakibatkan mati, maka....... Alhamdulillah, B bersyukur, karena terhindar
dari ajakan kejahatan.
Dalam hati B berpikir
“kenapa semua orang tak sayang dengan B! Trus siapa
lagi yang perduli atau menyayangi B, kapan semua ini akan berakhir! B
benar-benar tak kuat dan tak kuat dan ingin mati! “
“jika B mati (kata-kata mati kasar yah! Memang kala
kecil B cuma tahu kata itu!), mungkin semua orang akan lega dan senang..!“
“jika B mati, mudah-mudahan bulek dan paman menyesali
perbuatannya, dan tak mau mengulanginya lagi “
“jika B mati, mudah-mudahan teman-temanku juga
menyesal merasa kehilangan B“
“B ingin kabur dari sini/rumah jakarta, tapi kemana?
Dan nantinya bagaimana! B tak tahu daerah jakarta dan sekitarnya! Di Jakarta
tak betah, di Jawa juga, lalu dimana tempat B....!“
kejadian-kejadian tersebut diatas berulang kali
terjadi, dan termemory dalam ingatan B akan kelakuan mereka, baik oleh bulek
dan paman maupun anak-anak tetangga beserta B, bapak dan ibunya. Sehingga B
terdogma oleh pemikiran “semua orang-orang dewasa baik laki-laki dan perempuan
sama semua, yaitu seperti bulek dan paman“ bukan hanya itu saja! Jika B dirumah
lalu ada orang dewasa datang ataupun bertamu, B takut dan lari kedalam, padahal
orang tersebut adalah orang baek-baek, mungkin rasa trauma tersebut yang
membuat B demikian. Selama perjalanan kecil B yang terpogram dibenak B adalah
“B tak berdaya menghadapi segalanya“
Renungan
Mental yang paling lemah adalah mental takala kita
masih kecil, ia belum mempunyai prinsip dalam kehidupan serta belum memiliki
pelindung (pemikiran yang cerdas), justru ia memerlukan pelindung! Tapi yang B
alami kala itu! B tak punya pelindung dan belum mempunyai prinsip hidup,
pelindung satu-satunya adalah jalan kematian.... kalian jangan kwatirkan B
sekarang yahhh. B sekarang tidak seperti B yang dahulu dan B tak ada niatan
untuk bunuh diri. Apalagi kalian sayang B, Bpun tak mau meninggalkan kalian
sendirian....
************
B’s junior
kini B sudah menginjak bangku SMP. Singkat cerita di
SMP inilah saat saat B berjaya dalam bidang studi pelajaran B. B di sini/SMP
menjadi acuan dari kawan-kawan. Disaat kelas dua B mempunyai nilai tambah dalam
bidang studi matematika. Setiap kali ulangan B mendapatkan nilai bekisar 10 dan
9, sehingga diraport nilai matematikaku bernilai 9. guru Bpun selalu saja
menyanjugku yang membuat B jadi ga enak. Diantara ucapan dari guru B adalah
“jika di Indonesia ada orang seperti B 20 saja, maka
indonesia akan maju“ yang kedua
uru matematikaku berkata... “dikelas ini di pegang
oleh tiga orang yang mempunyai nila tertinggi yang saling bersaing, yaitu yang
ketiga: Mas Gatot, kedua: Mas Hendra (kala itu B berpikiran wahhh hebat ya
orang tersebut! lantas yang no satunya siapa ya? tentunya paling the best, B
ingin bersahabat dengannya ahhh nantinya...) dan yang pertama tertinggi adalah
Mas B.
B sama sekali tak menduga jika B yang pertama. Begitu
pula saat di kelas tiga! Bahkan B jadi primadona para wanita..he..he..he..
hanya saja B kala itu masih lugu.... (sekarang juga masih lugu...he..he..he..).
dalam mengerjakan soal matematika, B selalu disuruh mengerjakan paling akhir,
maksudnya jika semua siswa sudah tak dapat mengerjakan soal, maka B disuruh
mengerjakannya hiiii ngeri, syukurnya B dapat mengerjakan, jika tidak.....!?
Tapi pernah sekali B hampir tak dapat mengerjakan soal. Lucunya lagi saat
siswa-siswa disuruh maju untuk mengerjakan soal sesuai no urut, justru B yang
paling repot, semua orang pada panggil nama B, hanya untuk meminta jawabannya
saja. Bukan hanya itu saja, B menjadi rebutan para wanita untuk masuk dalam
kelompok belajar mereka. Dan akhirnya semua tawaran itu B tolak semua, tapi apa
yang terjadi. Satu diantara teman wanitaku, menyuruh teman lakiku, untuk
menjemput B dan disuruh belajar kelompok di rumah teman wanita itu.
Selain itu pretasi dalam olah ragapun lumayan bagus. B
di kelas merupakan pelari terkuat dan tercepat. Padahal jika dibandingkan
dengan kawan-kawan, tubuh B kan kecil. B juga ga tahu dan gak nyangka... kok
bisa yaahhh. Dalam olah raga B dapat lari mengelilingi lapangan sepak bola
dengan waktu tertentu hingga 14 kali putaran. Sedang anak-anak yang lain
sekitar 5-6 putaran. Lumayankan pretasi B! Dalam berlari kawan-kawan yang
wanita selalu menanyakan “S sudah berapa putaran?” Begitu pula dengan lari
cepat.... B dapat waktu tercepat. Awalnya B ragu, karena lawan yang dihadapi
adalah tinggi-tinggi, tentunya saja mereka mempunyai langkah yang panjang. Tapi
entah kenapa B bisa mendahului mereka. Tapi B pernah kalah sekali dalam olah
raga lari, saat itu adalah untuk nilai ebta (tentunya nilai ini penting bagi
siswa semua). B disini urutan ketiga. Pada saat itu B sedang sakit (kena flu),
sehingga ada pengaruhnya dalam nafas. Sedang lawan yang B hadapi ternyata ia
sebelum bertanding sudah minum nafasin (kata orang bisa tambah kuat) B kaget
mendengarnya, seusia SMP ternyata sudah memakai obat untuk dorongan! Kala itu
lari untuk 1600 m atau 4x putaran lapangan sepak bola. Untuk putaran pertama dan
kedua B masih diurutan 2 terakhir dari belakang dan pada putaran ketiga B mulai
start atau di perkencang. Satu per satu lawan B susul... dan pada putaran
terakhir B maksimalkan kecepatan B, tapi apa daya nafas B tak kuat karena
sedang flu. Tapi B tetap berusaha semaksimal mungkin apalagi garis finis sudah
dekat dan terlihat di depan, walaupun B melihatnya sudah samar-samar. Tapi apa
daya B kalah. Usai lari tersebut mata B kunang-kunang, perut mual dan ingin
muntah, badan tegang-tegang, rasanya sudah tak kuat lagi dan dalam hati berkata
“kapok-kapok lagi deh, ga mau maksain lagi deh” lalu teman-teman sekelas B
datang (karena lari ini bukan untuk sekelas, tapi antar kelas) dia memberi
spirit untuk B
“sudah gapapa, elo kan dalam kondisi ga fit”
“jelas saja dia menang, orang dia minum nafasin,
sebelum bertanding”
“tadinya gue ga nyangka jika elo dapat sekuat ini,
apalagi pada putaran 1 dan 2, elo berada pada posisi akhir”
“hebat gue salut ama elo, elo kuat juga”
itulah diantara komentar teman-teman sekelas.
Beda lari, beda pula dengan lompat tinggi. Untuk
lompat tinggi B urutan ketiga dari satu kelas. Tapi urutan pertama dan kedua
orangnya berpostur tubuh tinggi-tinggi. B jadi malu dan ga enak dengan
kawan-kawan B. Takala giliran B untuk melompat, para pendukung B (terutama yang
wanita, entah kenapa B kok sebagian besar didukung oleh para wanita) dia
mensorak-soraikan B. Tahap demi tahap dari ketinggian terendah hingga
meninggkat B dapat atasi, tapi setelah ketinggian maksimal B tak dapat
melewati... tapi syukurnya para pendukung B dapat mengerti akan hal itu
he..he...he...
Satu hal yang membuat B penasaran kala SMP adalah
“masalah wanita yang mendapat beasiswa” kala B kelas satu dan dua. B ingin tahu
dan ingin sekelas dengannya. Akhirnya kelas tiga B sekelas, dia menjadi rival
berat bagi B. B akui dia lebih hebat dari B, tapi dalam dua pelajaran B unggul
atasnya yaitu matematika dan fisika. Dia memang hebat, cerdas dan lugas. Dalam
olah raga, B katakan ia no satu diantara wanita, jika dibandingkan dengan B tentunya
ga seimbang. Sesuatu itu kan ada takarannya dan tempatnya.
************
B’s Senior
Dibangku SMA inilah perubahan dratis B.... B kelas
satu ikut ekskur KIR (Karya Ilmiah Remaja). Pada saat awal masuk diadakan test
masuk. Dan hasil dari test pun diumumkan untuk penentuan peringkat dan
sejenisnya dalam kepengurusan. Ternyata dari hasil test, hanya ada satu orang
yang paling bagus. Perlu kalian ketahui peserta yang ikut test ini ada kawan B
yang mendapat nilai terbaik matematika pada urutan dua dan tiga (kalian baca
lagi cerita di atas deh). Mereka semua duduk satu jejer dengan B. Kita saling
memuji “siapa ya orangnya, berarti hebat dia” dan akhirnya diumumkan “yang
paling bagus, benar semua, dan mendapat nilai 100 adalah.... S” B kaget dan
terkejut serta tak yakin. Tadinya B pikir, B akan mengalami kesulitan dalam
bersaing di bangku SMA. Akhirnya B di suruh berdiri dan diperkenalkan dengan
rekan-rekan, B jadi malu... he..he...he...
Begitu pula kala ulangan harian matematika dari sekian
kali ulangan rata-rata anak-anak mendapatkan nilai buruk. Karena kecewa
akhirnya Bapak Guru membuat keputusan. Bagi murid yang memenuhi angka bagus
akan dibebaskan untuk tidak mengikuti ulangan selanjutnya. Dikelas B ternyata
yang lolos ada tiga anak. Dua perempuan ( Handayani dan Maulia) dan satu pria.
Dan pria tersebut adalah B. Akhirnya B dan dua kawan B bebas ta mengikuti
ulangan “jadi ingat lagi tuh masa sekolah”.
Tapi sejalan dengan waktu dan perkembangan psikologi
B, akhirnya B mulai senang bermain dengan anak-anak ketimbang belajar atau
sejenisnya. Ini terjadi saat kelas dua. Diantara ceritanya yaitu: Kala itu B
berangkat dengan boncengan motor teman. Satu motor tiga orang, pulang pergi B
bareng dengan mereka. Kadang pulang sekolah bukan langsung pulang melainkan
main dulu atau jalan-jalan bertiga dengan satu motor. Dan pada suatu saat (hari
sabtu) B hanya berdua boncengan dengan yang empunya motor. Yang empunya motor
mengatakan pada B saat antarkan B ke rumah “tanah dirumah elo sudah mahal ya!,
berapa harganya permeter?”. Pada hari berikutnya yaitu senin B tak bareng
dengan yang empunya motor. Hari selasa saat anak-anak pada olah raga, tiba-tiba
ada pengumuman dari speaker yang mengumumkan “bahwa anak kelas II fisika1 yang
bernama Muhammad Hijrat telah meninggal dunia pada hari senin......” B dan
teman-teman sekelas kaget dan kegiatan olah ragapun dihentikan.
Pada baju seragam B bagian belakangnya B tulis dengan
cat poster yang tak dapat dihapus. Dengan tulisan “obituary” artinya biografi
orang yang sudah meninggal. Itu B ambil dari grup musik metal yang tergolong
paling keras. Karena B tiba disekolah terlambat dan baju B tak dimasukan serta
dengan cirikhas B yaitu lengan baju yang digulung. Akhirnya B ketawan oleh
wakil kepala sekolah dan B dipanggil ke kantor. Dikantor B ditunjukan dihadapan
para guru sambil menunjukan tulisan di baju B. Para gurupun pada komentar!
syukurnya guru yang baek atau yang memperhatikan B tak ada, jika ada B maluuu.
Lalu tas B ditahan dan B disuruh pulang untuk ganti baju. Tapi B tak pulang dan
tak ganti baju, alias nongkrong di warung. Dan disana pun ada preman sekolah,
dia biang nakal dan tak naik kelas, B juga kenal dia karena sama-sama kelas
fisika (dia pernah memaksa teman B untuk meminum minuman berakohol) ia
menghampiri B, dan menawarkan tukar pakaian dengan dia. Akhirnya B bertukaran
baju dengannya lalu B menembus tas B. Tapi ada hal yang sangat menarik dari
preman sekolah itu... hayooo kalian dapat menebak ga?.... salah tebakan kalian.
dia sekarang berubah 180 derajat. Dia sekarang alim, dan menjauhi yang namanya
maksiat. Jika berada di tempat ramai dia selalu menyeleksi tempat-tempat yang
sangat minim dosanya. Dan dia ternyata kader PK (nama dahulu, karena dia sejak
Pk bediri sudah berkecimpung).
Saat usai liburan sekolah. Proses belajar belum
berjalan maksimal. Oleh karena itu anak-anak (tidak semua) pada cabut untuk
pulang, termasuk B. Kala itu B sedang bediri di depan kantin sekolah dengan
membawa tas. Dari arah samping ada kepala sekolah dengan membawa buku yang
tebal beberapa buah. Ia ngomel-ngomel, B pikir ia marah pada orang yang sedang
bawa beras (orang gudang). Setelah kepala sekolah dekat dengan B, lalu
tiba-tiba saja buku dan tangannya melayang ke arah muka B “kepraaak bruk”
setelah menimpa muka B buku-bukunyapun pada berjatuhan. Melihat kejadian ini
anak-anak yang membawa tas (dengan niatan untuk cabut) pada berlarian masuk
kelas masing-masing dan membatalkan niatan untuk cabut. Dalam hati B kala itu
“aduh di tampar!, preman sekolah saja belum pernah ditampar seperti ini, tapi
gue yang malah kena, padahal kan cuma ikut-ikutan...” pada peristiwa tersebut B
dikasih surat tegoran dan harus ditanda tangani oleh orang tua. kalian tau apa
yang B lakukan... B memalsukan tanda tangan ibuku. Ups.. jangan ditiru ya...
Pernah juga B ikut tawuran, pernah cabut saat keluar
maen dan masuk untuk sekolah lagi usai keluar main dengan memanjat pagar
setinggi dua meter, hingga tangan B kena kawat dan hingga kini bekasnya masih
ada. Jika hari sabtu sore ada upacara bendera B juga sering cabut dan tak ikut
upacara sekolah (aduh B jadi malu sendiri jika ingat masa lalu!). dan yang amat
disayangkan lagi (seharusnya B tak melakukan hal ini). B dulu dicalonkan dan
diberi kepercayaan menjadi ketua KIR. Tapi pada saat penunjukan untuk seleksi B
tak datang. Akhirnya kesempatan untuk jadi ketua gagal, lalu kembali B
dicalonkan untuk jadi wakil ketua, tapi B abaikan, hingga akhirnya B di
tetapkan menjadi wakil ketua dua. Begitu baiknya para pengurus KIR pada B,
hanya dari pihak Blah yang tak tahu diri.... B tentunya bersalah dengan
mereka-mereka.
Kini dikelas tiga. Pada kelas tiga B banyak digosipkan
dengan wanita. Maksudnya B ada rasa dengan wanita x misalnya atau sebaliknya.
Padahal B kala itu ta pernah dekat dengan wanita alias masih takut he..he..he..
tapi memang betul ada beberapa wanita yang menaksir B. Terutama beberapa anak
sosial dan beberapa adek kelas (kelas II biologi). Untuk anak sosial ada yang
bilang “sayang S nggak berani, jika dia berani dan terus terang tentunya gue
mau ama dia” teman-teman B-pun pada mendorong B untuk bilang pada anak sosial
itu. Tapi B kan dulu masih lugu dan belum mengenal cinta. Dan akhirnya B tak
gubris, walaupun anak sosial itu menanti tanggapan dari B. Begitpun dengan
wanita adek kelas II biologi. Jika B lewat kelasnya selalu B dipanggil-panggil
nama B “S-S” entah dia tahu nama B dari mana! B saja tak tahu nama dia! Setelah
dipanggil Lalu B digoda serta dijodohin dengan seseorang dari dia.
Intinya B tak pernah main dengan wanita. Kala itu B
selalu main dengan pria. Malah B akrab dan satu gank dengan beberapa pentolan
kelas, karena pulangnya searah. Dan diantara pentolan kelas itu telah komit tak
akan kenal wanita termasuk B (tak mengenal wanita dalam tanda kutip), eehhh ga
taunya mereka yang mengaku pentolan kelas yang kalah, justru B yang tetap setia
dengan komit B. Sebenarnya bukan setia, tapi karena B kala itu belum mengenal
cinta he...he...he...
Ada cerita yang cukup membuat B GR dan Malu. kalian
masih ingat Muhammad Hijrat kawan B yang meninggal. Dia kan anak baru, dan
mukanya kata teman-teman persis Dede Yusuf, makanya dipanggil Jojo. Lalu ada
tiga anak III sosial (satu gang permainan) salah terka. Yang mereka maksud Jojo
adalah B. B jadi malu tuhh. Tiap ketemu B dimanapun mareka selalu menghampiri B
sambil memanggil nama Jojo-Jojo dan minta tanda tangan. Dalam hati B “aduuuh
yang dimaksud Jojo itu bukan gueeee, gimana nihh”. Begitu pula saat B dikelas,
jika kelas mereka pulang duluan, mereka bertiga memanggil-manggil (dengan
pelan/gerak bibir) dan menunggu B dibalik pintu. Tapi akhirnya mereka tahu
siapa sebenarnya yang dimaksud Jojo. Yaitu takala Muhammad Hijrat meninggal.
Eeeh akhirnya mereka keterusan panggil B Jojo.
Dari semua perjalanan masa SMA. Akhirnya B dihadapkan
oleh hasil dari kelakuan B selama ini. Yaitu B mendapatkan nilai nem terendah
dikelas.....
Karakter Diriku
Perjalanan dari SD beranjak ke SMP dan SMA semuanya
melalui proses yang panjang dan berat. Berbagai karakter B terbentuk dari
akumulasi-akumulasi tiap-tiap kejadian yang B alami. B tak dapat mencontoh
figur langsung dari sang bapak, hanya proses pencarian diri Blah yang akan
membentuk karakter dirinya. Sehingga yang timbul dari diri B adalah pencarian
figur-figur kebenaran. Hingga berapa banyak orang yang masuk dalam penilaian B
(penilaian dalam figur kebenaran). Dalam setiap perjumpaan dengan orang-orang
baru, selalu B menilai keseluruhan, lalu B belajar dari orng tersebut, tapi
jika orang tersebut melenceng dari penilaian B, maka B berpaling dari orang
tersebut (hanya sisi negatifnya saja) dan mencari kembali orang-orang yang baru
kembali. Sehingga dengan demikian sudah banyak orang yang ternilai oleh B. Dan
Bpun juga sudah belajar berapa banyak dalam proses pencarian jadi dirinya
melalui figur-figur kebenaran (sepanjang yang B pahami). Tapi semua pencarian
figur-figur kebenaran, ada saja kekurangannya, Bpun masih mencari yang terbaik
dari yang terbaik! Hingga sekian lama juga tak tertemukan figur tersebut hingga
akhirnya membawa pencarian yang terakhir yang B temukan yaitu “figuir kebenaran
yang sejati“ dia adalah “Rasuluullah“ tapi dengan demikian tidak begitu saja
mencampakkan figur-figur yang lainnya sepanjang mereka tetap dalam ikhtiar
mencari kebenaran.
Jadi pedoman B pertama untuk figur kebenaran adalah
Rasulullah, lalu orang-orang yang berjuang dalam jalan Allah, siapapun orangnya
dan dari golongan apapun, karena kebenaran datang pada siapapun yang Allah
kehendaki. Baik itu pengemis, pengamen, pengusaha, pekerja dll.
Dan saat B pelatihan pun tetap masih mencari dan
mencari. B juga banyak belajar dari semua sahabat-sahabt B, banyak yang B ambil
dari mereka semua.
Baik itulah sedikit kisah B.
Sekarang pembaca tahu siapa B sebenarnya. Yahh itulah
B apa adanya dan segala tingkah laku B selama ini tentunya tidak lepas dari
masa lalunya. Jadi B sangat butuh kritikan dan segalanya untuk menopang
kekurangan pada diri B.
Mengenai B yang kurang tegas!
Karena sejak kecil B terkondisikan untuk tidak
mempunyai kebebasan pendapat (segala yang B lakukan kala itu selalu bernilai
salah, Jadi melakukan sesuatu salah, diam juga salah!). sehingga B tak punya
pilihan kecuali menuruti apa yang dikatakan bulek ataupun paman. Walaupun untuk
melaksanakan sangatlah berat. Karena sudah termemory sejak kecil hingga kini
akhirnya masih berlanjut... tentunya juga B sudah berusaha juga untuk
meninggalkannya.
Seperti anak kecil tidak seperti usianya.
Tepat sekali memang itu yang B alami, bahkan dengan
sadar. Mungkin ini satu-satunya karakter B yang asli. Entah kenapa B bisa
berkelakuan seperti ini? di keluarga Jakarta yang bertingkah laku seprti anak
kecil, ya B ini, bahkan jika dibandingkan dengan adek B yang paling kecil (yang
wanita) masih kekanakan B. Bahkan ada teman panggil B dengan sebutan BOWCE
alias B centil.. he..he..he.. teman kampus dan teman sma juga demikian. Tapi
tidak semuanya tingkah laku B demikian. Dan B akui memang B sering berkelakuan
seperti ini, bahkan B dulunya inginnya sih jadi anak bontot, tapi apa boleh
buat!
Kesimpulan
Itulah perjalanan B dari kecil hingga kini. Tentunnya
dalam kehidupan kenyataan B masih banyak kekurangan-kekurangannya. Diri B jika
dibandingkan dengan anak-anak lainnya B banyak kelemahan. Karena dari
perjalanan B dari kecil seperti cerita yang diatas dan itu sangat berpengaruh
pada diri B. Tapi semua itu tidak B jadikan alasan, karena B/manusia mempunyai
akal fikiran dan kehendak bebas. Pointnya bagaimana kita dapat memfungsikan
akal pikiran tersebut untuk meraih keberhasilan dunia akherat. Karena fitrah
manusia pada dasarnya adalah mencintai kebenaran.
Pembaca tentunya pernah melihat tingkah laku B yang
tak sesuai dengan kebiasaan anak-anak, tentunya pembaca dapat memakluminnya.
Tapi akan lebih baik pembaca memberikan saran kepada B, sehingga B dapat
merubah kelakuan tersebut.
Itulah perihal yang B buat. Maaf sebelumnya karena B
dalam penulisannya banyak kesalahan dalam penulisan maupun ada kata-kata yang
tidak tepat karena keterbatasan waktu serta kesibukan dan rutinitas kerja.
Cerita dari seseorang yang indentitasnya ingin
dirahasiakan
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.