PENGALAMAN TEMAN

Rabu, 21 Agustus 1985



Jualan Untuk Usaha Maksimal

Ada kaitannya dengan judul diatas terhadap hidup ini seperti roda yang berputar. Suatu saat berada di atas dan suatu saat pula berada dibawah. begitu pula dengan cerita suatu keluarga. Sebelum sang ayah  meninggal, kehidupan rumah tangga mereka dapat dikatakan cukup, syukur Alhamdulillah hingga sekarang juga cukup, walaupun juga pernah mengalami hal-hal yang sulit pula. Intinya mereka harus tetap bersyukur apa yang telah mereka terima selama ini. Takala  ayah meninggal, kakak dan adek-adeknya belum ada yang sekolah, tetapi sudah mendekati waktu sekolah untuk kedepannya, berarti dibutuhkan kerja yang ekstra dari sang ibu untuk membiayai semua keperluan keluarga  baik yang sekarang maupun yang akan datang yaitu mulai dari kehidupan sehari-hari (kebutuhan pangan dan sandang), biaya sekolah dll. Dikala ibu mereka bekerja di salah satu Departemen di jakarta dan seiring dengan anak anaknya bersekolah, maka rasanya diperlukan pemasukan tambahan untuk keperluan hidup keluarga mereka. Ibu mereka pun bekerja bukanlah dengan jabatan yang tinggi dengan apa adanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk mengantisipasi hal tersebut, akhirnya ibu berjualan yaitu jualan aneka kue di kantornya.

Pagi hari sebelum ibu berangkat ke kantor, diawali dengan ke pasar terlebih dahulu untuk belanja aneka kue yang akan di dagangkan dikantor. Dengan tenaga yang dimilikinya,  ibu harus mengangkat kue-kue tersebut semuanya seorang diri. Untuk sekali belanja  sekitar dua kantong plastik kresek yang besar, bahkan bisa lebih. Sayapun dapat membayangkan seberapa berat itu!  Selain itu jarak yang di tempuhpun lumayan jauh dari pasar dan rumah ditempuh dengan berjalan kaki ± berjarak 250 m. Belum jika kondisi sedang hujan. Akibat bawaan belanja yang berat, maka dilengannya ada bekas garis-garis atau gurat-gurat palstik bekas membawa bahan belanjaanya. ketika sampai rumah, ibupun menata kembali belanjaanya agar dapat di bawa dalam satu tas palstik besar yang lebih kokoh serta mudah dalm pengangakatan. Satu sisi bawa tas besar yang berat, satu sisi lagi bawa tas kerja belum lagi di tambah naik kendaraan untuk mencapai kantor. Yaa hidup memang perjuangan dan lihat hasilnya sekarang, syukur Alhamdulillah anak-anaknya dapat pada kuliah semua. Dan ibu merekapun dapat memetik hasil yang kerja keras pada masa lalu. (nikmat Tuhan manakah yang kita ingkari!).

Dikala sore seperti biasanya anak-anak menunggu kehadiran bapaknya sepulang dari kerja jika masih mempunyai bapak, tapi mereka menunggu ibundanya. Termasuk menunggu penasaran mengenai dagangannya apakah dagangannya laku or tidak. Ya itulah kondisi yang harus kami terima, kadang juga laku banyak walaupun masih ada yang sisa, ada yang separuh laku bahkan ada pula yang separuh lebih tak laku. Jika memang ada yang tak laku atau tersisa ibupun mengasih kue tersebut pada temannya atau tetangga di rumah. Dan yang jadi permasalahan kala itu: ada teman-teman kantor yang berhutang saat membeli kue-kue pada ibu, sedangkan ibu saat mengambil kue esok pagi di pasar, saat itu pula harus membayar kue yang di beli sebelumnya. Karena ada yang berhutang dalam membeli kue tentunya uang yang didapat tidak cukup untuk membayar kue yang dipesan  di pasar. Akhirnya ibu berhutang uang pula untuk menutupi pembayaran kue yang belum ada uangnya. Hal ini terus-terusan terjadi dan tentunya ibu semakin kwalahan serta utang ibu juga semakin menumpuk. Akhirnya ibu memutuskan untuk berhenti usaha/jualan kue ini.

Ada juga kejadiaan seperti ini: kala itu temannya ibu memesan kue sekian banyak pada ibu, lalu ibupun memesan langsung pada orang dapat membuat kue tersebut. Ibu mereka bilang kepada sipembuat kue:

  hari ini, jam sekian kue sudah jadi dan nanti mau diantarakan ke si pemesan”

Hari yang ditunggupun sudah tiba dan ibu siap untuk mengambil kue tersebut, tapi sayang kue tersebut belum matang. Padahal jam yang telah ditentukan sebentar lagi. Ibupun masih menunggu hingga kuenya jadi dan diantarkan pada si pemesan. Setelah diambil itu kue lalu ibu mengantarkan ke sipemasan...  disaat sampai di rumah pemasan.. ternyata yang empunya rumah sudah berangkat, pikir salah satu anaknya: yang memesan juga tak salah karena sudah lewat dari jam yang telah ditentukan. Apa boleh buat, kue tersebut dibawanya pulang ke rumah.

Beras dan kertas

Dulu pegawai negri dapat beras dalam bentuk beras, sekarang juga dapat tapi tidak dalam bentuk beras melainkan uang. Apa kaitannya beras dan kertas? Ya dikala ibu sedang tak punya uang, maka ibu merekapun menjual beras kepasar yang berjarak ± 250 m. Beras yang ibu bawa kurang lebih ukuran satu karung dan di gendong di pundak dengan pengikat kain. Karena berat dan untuk menyeimbangkan tubuhnya ibu smerekapun berjalan sambil membungkukan badanya. Bisa dibayangkan seberapa berat beras satu karung dengan jarak tempuh sekitar 250 m serta di angkat sendiri. Langkah demi langkah diayunkan dengan berat beban yang ditumpu seorang ibu. Tiap langkahnya akan terbebani dengan beratnya beras dan tiap-tiap langkah akan menguras energi. Sungguh perjuangan yang mulia dari seorang ibu untuk berjuang memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Selain beras yang dijual, ibu juga menjual kertas-kertas loak yang tak terpakai lagi. Sedikit demi sedikit dikumpulkan. Setelah cukup dan butuh barulah dijual. Coba bayangkan .. entah kala itu penghasilan ibu di tambah pensiun alm bapak, saya tak tahu. Tapi yang jelas penghasilan itu digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Dari TK, SD, SMP, SMA, kuliah dan termasuk kebutuhan yang lainnya. Setahap demi setahap akhirnya dapat dilalui pula, dengan berbagai corak permasalahan dan solusi.

Mencari Tambahan

Salah satu anak  juga merasakan keterbatasan pendapatan ibu, diantaranya melalui uang jajan. Anak tersebut tak tahu berapa besar uang jajan teman-teman sekolahnya. Yang dia rasakan kala itu “uang jajan yang dikasih ibu untuk anal tersebut terasa kurang”. Diapun berusaha mencari tambahan. Para pembaca.. tahukan pemulung? Yaitu orang-orang yang cari barang-barang bekas yang telah di buang. Ya dia dan adenya  serta dengan teman pula, pernah mencari-cari barang bekas yang tidak terpakai lalu di jualnya terutama besi-besi tua. Setelah terkumpul akhirnya di Kiloin (Kg) atau dijual bedasarkan berat per Kg, dengan demikianlah anal mereka (kakak dan ade) dapat menambah uang jajan mereka.

Dia dan adenya pernah juga ojek payung dikala hujan. Awalnya memang tak sengaja. Kala itu mereka sedang memakai payung di saat hujan. Lalu ada orang yang sedang menuggu bus sambil berusaha berteduh. merekapun akhirnya kepikiran untuk ojek payung. Akhirnya payungnya di ojekin. Merekapun basah kehujanan. Usai ojekpun mereka dapat uang.

Bukan hanya hal itu saja. Saat Bulan Ramadhan tiba. Mereka pernah berjualan petasan. Awalnya mereka jualan di depan rumah bersama. Setiap ada yang lewat mereka menawarkan petasan. Tapi dari sekian banyak yang ditawarkan ga ada satupun yang membeli. Justru mereka malah menertawakan. Karena ini pengalaman pertama bagi mereka, jadi agak malu-malu. Bahkan kakaknya kala itu belum tahu pengertian “ modal”. Karena saat itu ada yang Tanya:

“ modal kamu berapa untuk jualan petasan ini? “ justru dia malah balik tanya:

“ modal itu apa sih... “

maklum dia kala itu masih kecil dan belum mengerti apa itu modal!

Lepas dari masalah modal... Lanjut ke topic Lalu dia katakan pada ade:

”bagaimana jika jualannya di depan Mushola? Disitukan banyak orang yang main petasan!”

 tapi ade diam saja entah kenapa. Sang kakakpun kebelakang sebentar ada keperluan. Usai dari belakang sang kakak kembali ke  depan rumah untuk menemani ade jualan petasan. Saat sampai di depan rumah ternyata ade dan petasannya sudah tidak  ada. Sang kakak pikir

“ adenya sudah tutup untuk jualannya”

Sang kakak mencari dalam rumah ga ada. Akhirmya sang kakak jalan menuju Mushola, dan ternyata adenya sedang jualan disitu seorang diri. Sang kakakpun menemani ade jualan. Ternyata yang jualan petasan disini lebih dari satu. Sang kakak dan ade nya merupakan orang yang paling kecil jualan petasan yang lainnya sudah pada dewasa. Jualan di sekitar Musholapun tak jauh beda dengan di depan rumah, belum ada yang beli. Mereka hanya dapat diam saja dan melihat orang-orang pada beli petasan pada orang-orang dewasa yang ada disekitar mushola. Di tempat sang kakak dan adenya  mereka hanya numpang lewat saja. Ya sudah apa boleh buat! Sang kakak katakan pada adenya

“ ya sudah kita pulang saja yuuk “

kala itu saya melihat orang yang beli petasan pada orang dewasa, tapi petasannya tak dapat meledak/berbunyi. Akhirnya orang tersebut membeli petasan pada mereka.  Dan sang kakak dan adeknyapun senag sekali. Karena akhirnya ada pula yang membeli untuk pertama kali. Dan jika tak salah atau lupa… yang transaksian pembelian tersebut di atas ini adalah untuk yang pertama dan terakhir kali . Tak apa, akhirnya jualan petasanpun berhenti. Tentunya uang yang untuk beli petasan tak kembali modal. Bisa jadi hikmahnya sang kakak dan ade tak boleh jualan petasan. Kala itu mereka masih sekolah dasar.




Ibunda dan tetangga

Status ekonomi keluaga mereka seprti gambaran di atas dan para tetangga status ekonominya Alhamdulillah baik. Tapi terkadang itu juga membuat keluarga mereka agak risih dan minder. kadang tetangga mereka itu menyuruh ibu mereka untuk ke pasar, membeli barang-barang titipan. Apabila ibu mereka tidak di rumah (ke kantor). Tetangga itu menyuruh kakak anak yang terbesar untuk belanja ke pasar. Sebenarnya ini juga beban mental bagi keluarga mereka. Dan ingin menghindar, memang si di bayar... tapi kan , bagi yang disuruh ga punya kebebasan waktu serta punya perasaan minder. Misalnya sedang istirahat.. tiba-tiba disuruh.. kan capai, lagi pula jika teman- teman SD pada tahu kan maluu serta akan menimbulkan rasa minder dan sebagainya. Bebeda dengan kakak laki-laki mereka (anak pertama), justru bagi dia tak masalah! Yang terpenting kan di bayar. Salah sati adeknya  pernah berantem dengan kakak laki dia gara-gara itu. Yaa itulah kadang pemikiran salah satu sadenya dengan kakak laki berbeda, jika berbedanya tak mendalam mungkin biasa ya .. begitu pula dengan saudara yang berada di kampung atau dengan ade ibu mereka. Pernah ada kejadian: waktu itu ade ibu dan suami datang ke jakarta. Pada saat yang sama pula datang saudara dari bapak yang beragama non muslim. Saudara ini mempunyai satu anak dan dia itu orang berada. Saudara ini datang ke rumah karena ada maksud tertentu.

“satu dari anak-anak disini (kaka perempuani, saya,  ade laki-laki dan perempuan) salah satunya mau di ajak ikut keluarga mereka dan tinggal bersama mereka”.

Ajakan ini tak hanya sekali atau dua kali tapi keluarga mereka tetap nggak ada yang bersedia. tapi… karena saat itu pas ada bulek di tambah keluarga mereka tak berdaya jika berhadappan dengan ade ibu akhirnya yang memutuskan bersedia atau tidaknya bukanlah keluarga ibu tersebut, tapi ade dari ibu tersebut. Dan akhi rnya anak yang terkecil dari ibu tersebut di putuskan untuk ikut keluarga itu. Sebetulnya keluarga Jakarta ngga ada yang menginginkan hal itu terjadi (mereka tak ingin pisah). Apalagi  yang bersangkutan (anak yang paling kecil) sendiri sangat keberatan di tambah mereka non muslim. Pada saat itu pula  anak yang paling kecil di bawa kerumah saudara dari bapak. Kala itu keluarga ibu tersebut tak dapat berbuat apa-apa. Karena para saudara yang akan membawa anak dari ibu tersebut masih ada disini.. tapi takala saudara sudah pada pulang termasuk bulek. Mereka  pun pada sedih dan merasa kehilangan ade yang paling kecil dan takut nanti-nanti atau kedepannya ada apa dengan ade perempuan mereka itu... karena disebabkan mereka non muslim. Entah.. susah di gambarkan perasaan mereka kala itu yang jelas mereka merasa kehilangan dan sedih. Sejalan dengan waktu  ade mereka memang tak betah tinggal bersama saudara tersebut dan keluarga merekapun merasa sedih terus, kepikiran dan kehilangan. Akhirnya kakak mereka yang perempuan ke sana untuk melihat keadaan  adenya tersebut. Karena  ade mereka tak betah dan ingin bergabung dengan saudara-saudara yang lainnya dalam satu atap, maka takala rumah tersebut sepi, merekapun (kakak perempuan dan ade perempuan) melarikan diri tanpa ijin terlebih dahulu. Dan semenjak itulah  ade perempuan kembali lagi ke rumah bersama saudara-saudara yang lainnya. Ya sudahlah  lupakan saja,  itukan masa lalu dan mereka ingin berbagi cerita dengan pembaca saja dan tak ingin mempermasalhkannya lagi.


Kesimpulan

Dari cerita tersebut diatas, bukan mereka bermasksud untuk tak mensyukuri nikmat yang Allah berikan pada keluarga mereka. Tentunya nikmat Allah tak dapat kita hitung karena amat teramat banyak. Hanya saja di tiap-tiap kejadian tentunya ada pelajaran bagi kita semua dan itu sarana ujian bagi kita. Apakah kita akan lulus ujian atau tidak. Jika kita melihat di sekitar kita, tentunya ada kehidupan keluarga yang di beri ujian lebih berat dari keluarga mereka. So kita jangan hanya bisa berkeluh kesah dan menyalahkan keadaan. Mari kita bangkit dan bangkit dan menjemput rejeki dari Allah, karena Allah Maha Kaya, Maha Arif dan Maha Bijak.