Jualan Untuk Usaha Maksimal
Ada kaitannya dengan judul diatas terhadap hidup ini
seperti roda yang berputar. Suatu saat berada di atas dan suatu saat pula
berada dibawah. begitu pula dengan cerita suatu keluarga. Sebelum sang ayah meninggal, kehidupan rumah tangga mereka dapat
dikatakan cukup, syukur Alhamdulillah hingga sekarang juga cukup, walaupun juga
pernah mengalami hal-hal yang sulit pula. Intinya mereka harus tetap bersyukur
apa yang telah mereka terima selama ini. Takala
ayah meninggal, kakak dan adek-adeknya belum ada yang sekolah, tetapi
sudah mendekati waktu sekolah untuk kedepannya, berarti dibutuhkan kerja yang
ekstra dari sang ibu untuk membiayai semua keperluan keluarga baik yang sekarang maupun yang akan datang
yaitu mulai dari kehidupan sehari-hari (kebutuhan pangan dan sandang), biaya
sekolah dll. Dikala ibu mereka bekerja di salah satu Departemen di jakarta dan
seiring dengan anak anaknya bersekolah, maka rasanya diperlukan pemasukan
tambahan untuk keperluan hidup keluarga mereka. Ibu mereka pun bekerja bukanlah
dengan jabatan yang tinggi dengan apa adanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, akhirnya ibu berjualan yaitu jualan aneka
kue di kantornya.
Pagi hari sebelum ibu berangkat ke kantor, diawali
dengan ke pasar terlebih dahulu untuk belanja aneka kue yang akan di dagangkan
dikantor. Dengan tenaga yang dimilikinya, ibu harus mengangkat kue-kue tersebut semuanya
seorang diri. Untuk sekali belanja sekitar
dua kantong plastik kresek yang besar, bahkan bisa lebih. Sayapun dapat
membayangkan seberapa berat itu! Selain
itu jarak yang di tempuhpun lumayan jauh dari pasar dan rumah ditempuh dengan
berjalan kaki ± berjarak 250 m. Belum jika kondisi sedang hujan. Akibat bawaan
belanja yang berat, maka dilengannya ada bekas garis-garis atau gurat-gurat
palstik bekas membawa bahan belanjaanya. ketika sampai rumah, ibupun menata
kembali belanjaanya agar dapat di bawa dalam satu tas palstik besar yang lebih
kokoh serta mudah dalm pengangakatan. Satu sisi bawa tas besar yang berat, satu
sisi lagi bawa tas kerja belum lagi di tambah naik kendaraan untuk mencapai
kantor. Yaa hidup memang perjuangan dan lihat hasilnya sekarang, syukur
Alhamdulillah anak-anaknya dapat pada kuliah semua. Dan ibu merekapun dapat
memetik hasil yang kerja keras pada masa lalu. (nikmat Tuhan manakah yang kita
ingkari!).
Dikala sore seperti biasanya anak-anak menunggu
kehadiran bapaknya sepulang dari kerja jika masih mempunyai bapak, tapi mereka
menunggu ibundanya. Termasuk menunggu penasaran mengenai dagangannya apakah
dagangannya laku or tidak. Ya itulah kondisi yang harus kami terima, kadang
juga laku banyak walaupun masih ada yang sisa, ada yang separuh laku bahkan ada
pula yang separuh lebih tak laku. Jika memang ada yang tak laku atau tersisa ibupun
mengasih kue tersebut pada temannya atau tetangga di rumah. Dan yang jadi
permasalahan kala itu: ada teman-teman kantor yang berhutang saat membeli
kue-kue pada ibu, sedangkan ibu saat mengambil kue esok pagi di pasar, saat itu
pula harus membayar kue yang di beli sebelumnya. Karena ada yang berhutang
dalam membeli kue tentunya uang yang didapat tidak cukup untuk membayar kue
yang dipesan di pasar. Akhirnya ibu
berhutang uang pula untuk menutupi pembayaran kue yang belum ada uangnya. Hal
ini terus-terusan terjadi dan tentunya ibu semakin kwalahan serta utang ibu
juga semakin menumpuk. Akhirnya ibu memutuskan untuk berhenti usaha/jualan kue
ini.
Ada juga kejadiaan seperti ini: kala itu temannya ibu
memesan kue sekian banyak pada ibu, lalu ibupun memesan langsung pada orang
dapat membuat kue tersebut. Ibu mereka bilang kepada sipembuat kue:
“ hari ini, jam
sekian kue sudah jadi dan nanti mau diantarakan ke si pemesan”
Hari yang ditunggupun sudah tiba dan ibu siap untuk
mengambil kue tersebut, tapi sayang kue tersebut belum matang. Padahal jam yang
telah ditentukan sebentar lagi. Ibupun masih menunggu hingga kuenya jadi dan
diantarkan pada si pemesan. Setelah diambil itu kue lalu ibu mengantarkan ke
sipemasan... disaat sampai di rumah
pemasan.. ternyata yang empunya rumah sudah berangkat, pikir salah satu
anaknya: yang memesan juga tak salah karena sudah lewat dari jam yang telah
ditentukan. Apa boleh buat, kue tersebut dibawanya pulang ke rumah.
Beras dan kertas
Dulu pegawai negri dapat beras dalam bentuk beras,
sekarang juga dapat tapi tidak dalam bentuk beras melainkan uang. Apa kaitannya
beras dan kertas? Ya dikala ibu sedang tak punya uang, maka ibu merekapun
menjual beras kepasar yang berjarak ± 250 m. Beras yang ibu bawa kurang lebih
ukuran satu karung dan di gendong di pundak dengan pengikat kain. Karena berat
dan untuk menyeimbangkan tubuhnya ibu smerekapun berjalan sambil membungkukan
badanya. Bisa dibayangkan seberapa berat beras satu karung dengan jarak tempuh
sekitar 250 m serta di angkat sendiri. Langkah demi langkah diayunkan dengan
berat beban yang ditumpu seorang ibu. Tiap langkahnya akan terbebani dengan
beratnya beras dan tiap-tiap langkah akan menguras energi. Sungguh perjuangan
yang mulia dari seorang ibu untuk berjuang memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
Selain beras yang dijual, ibu juga menjual
kertas-kertas loak yang tak terpakai lagi. Sedikit demi sedikit dikumpulkan.
Setelah cukup dan butuh barulah dijual. Coba bayangkan .. entah kala itu
penghasilan ibu di tambah pensiun alm bapak, saya tak tahu. Tapi yang jelas
penghasilan itu digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Dari TK, SD,
SMP, SMA, kuliah dan termasuk kebutuhan yang lainnya. Setahap demi setahap
akhirnya dapat dilalui pula, dengan berbagai corak permasalahan dan solusi.
Mencari Tambahan
Salah satu anak juga merasakan keterbatasan pendapatan ibu,
diantaranya melalui uang jajan. Anak tersebut tak tahu berapa besar uang jajan
teman-teman sekolahnya. Yang dia rasakan kala itu “uang jajan yang dikasih ibu
untuk anal tersebut terasa kurang”. Diapun berusaha mencari tambahan. Para
pembaca.. tahukan pemulung? Yaitu orang-orang yang cari barang-barang bekas
yang telah di buang. Ya dia dan adenya
serta dengan teman pula, pernah mencari-cari barang bekas yang tidak
terpakai lalu di jualnya terutama besi-besi tua. Setelah terkumpul akhirnya di
Kiloin (Kg) atau dijual bedasarkan berat per Kg, dengan demikianlah anal mereka
(kakak dan ade) dapat menambah uang jajan mereka.
Dia dan adenya pernah juga ojek payung dikala hujan.
Awalnya memang tak sengaja. Kala itu mereka sedang memakai payung di saat
hujan. Lalu ada orang yang sedang menuggu bus sambil berusaha berteduh. merekapun
akhirnya kepikiran untuk ojek payung. Akhirnya payungnya di ojekin. Merekapun
basah kehujanan. Usai ojekpun mereka dapat uang.
Bukan hanya hal itu saja. Saat Bulan Ramadhan tiba. Mereka
pernah berjualan petasan. Awalnya mereka jualan di depan rumah bersama. Setiap
ada yang lewat mereka menawarkan petasan. Tapi dari sekian banyak yang
ditawarkan ga ada satupun yang membeli. Justru mereka malah menertawakan.
Karena ini pengalaman pertama bagi mereka, jadi agak malu-malu. Bahkan kakaknya
kala itu belum tahu pengertian “ modal”. Karena saat itu ada yang Tanya:
“ modal kamu berapa untuk jualan petasan ini? “ justru
dia malah balik tanya:
“ modal itu apa sih... “
maklum dia kala itu masih kecil dan belum mengerti apa
itu modal!
Lepas dari masalah modal... Lanjut ke topic Lalu dia
katakan pada ade:
”bagaimana jika jualannya di depan Mushola? Disitukan
banyak orang yang main petasan!”
tapi ade diam
saja entah kenapa. Sang kakakpun kebelakang sebentar ada keperluan. Usai dari
belakang sang kakak kembali ke depan
rumah untuk menemani ade jualan petasan. Saat sampai di depan rumah ternyata
ade dan petasannya sudah tidak ada. Sang
kakak pikir
“ adenya sudah tutup untuk jualannya”
Sang kakak mencari dalam rumah ga ada. Akhirmya sang
kakak jalan menuju Mushola, dan ternyata adenya sedang jualan disitu seorang
diri. Sang kakakpun menemani ade jualan. Ternyata yang jualan petasan disini
lebih dari satu. Sang kakak dan ade nya merupakan orang yang paling kecil
jualan petasan yang lainnya sudah pada dewasa. Jualan di sekitar Musholapun tak
jauh beda dengan di depan rumah, belum ada yang beli. Mereka hanya dapat diam
saja dan melihat orang-orang pada beli petasan pada orang-orang dewasa yang ada
disekitar mushola. Di tempat sang kakak dan adenya mereka hanya numpang lewat saja. Ya sudah apa
boleh buat! Sang kakak katakan pada adenya
“ ya sudah kita pulang saja yuuk “
kala itu saya melihat orang yang beli petasan pada
orang dewasa, tapi petasannya tak dapat meledak/berbunyi. Akhirnya orang
tersebut membeli petasan pada mereka. Dan
sang kakak dan adeknyapun senag sekali. Karena akhirnya ada pula yang membeli
untuk pertama kali. Dan jika tak salah atau lupa… yang transaksian pembelian
tersebut di atas ini adalah untuk yang pertama dan terakhir kali . Tak apa,
akhirnya jualan petasanpun berhenti. Tentunya uang yang untuk beli petasan tak
kembali modal. Bisa jadi hikmahnya sang kakak dan ade tak boleh jualan petasan.
Kala itu mereka masih sekolah dasar.
Ibunda dan tetangga
Status ekonomi keluaga mereka seprti gambaran di atas
dan para tetangga status ekonominya Alhamdulillah baik. Tapi terkadang itu juga
membuat keluarga mereka agak risih dan minder. kadang tetangga mereka itu menyuruh
ibu mereka untuk ke pasar, membeli barang-barang titipan. Apabila ibu mereka
tidak di rumah (ke kantor). Tetangga itu menyuruh kakak anak yang terbesar
untuk belanja ke pasar. Sebenarnya ini juga beban mental bagi keluarga mereka.
Dan ingin menghindar, memang si di bayar... tapi kan , bagi yang disuruh ga
punya kebebasan waktu serta punya perasaan minder. Misalnya sedang istirahat..
tiba-tiba disuruh.. kan capai, lagi pula jika teman- teman SD pada tahu kan
maluu serta akan menimbulkan rasa minder dan sebagainya. Bebeda dengan kakak laki-laki
mereka (anak pertama), justru bagi dia tak masalah! Yang terpenting kan di
bayar. Salah sati adeknya pernah
berantem dengan kakak laki dia gara-gara itu. Yaa itulah kadang pemikiran salah
satu sadenya dengan kakak laki berbeda, jika berbedanya tak mendalam mungkin
biasa ya .. begitu pula dengan saudara yang berada di kampung atau dengan ade
ibu mereka. Pernah ada kejadian: waktu itu ade ibu dan suami datang ke jakarta.
Pada saat yang sama pula datang saudara dari bapak yang beragama non muslim.
Saudara ini mempunyai satu anak dan dia itu orang berada. Saudara ini datang ke
rumah karena ada maksud tertentu.
“satu dari
anak-anak disini (kaka perempuani, saya,
ade laki-laki dan perempuan) salah satunya mau di ajak ikut keluarga
mereka dan tinggal bersama mereka”.
Ajakan ini tak hanya sekali atau dua kali tapi
keluarga mereka tetap nggak ada yang bersedia. tapi… karena saat itu pas ada
bulek di tambah keluarga mereka tak berdaya jika berhadappan dengan ade ibu
akhirnya yang memutuskan bersedia atau tidaknya bukanlah keluarga ibu tersebut,
tapi ade dari ibu tersebut. Dan akhi rnya anak yang terkecil dari ibu tersebut
di putuskan untuk ikut keluarga itu. Sebetulnya keluarga Jakarta ngga ada yang
menginginkan hal itu terjadi (mereka tak ingin pisah). Apalagi yang bersangkutan (anak yang paling kecil) sendiri
sangat keberatan di tambah mereka non muslim. Pada saat itu pula anak yang paling kecil di bawa kerumah
saudara dari bapak. Kala itu keluarga ibu tersebut tak dapat berbuat apa-apa.
Karena para saudara yang akan membawa anak dari ibu tersebut masih ada disini..
tapi takala saudara sudah pada pulang termasuk bulek. Mereka pun pada sedih dan merasa kehilangan ade yang
paling kecil dan takut nanti-nanti atau kedepannya ada apa dengan ade perempuan
mereka itu... karena disebabkan mereka non muslim. Entah.. susah di gambarkan
perasaan mereka kala itu yang jelas mereka merasa kehilangan dan sedih. Sejalan
dengan waktu ade mereka memang tak betah
tinggal bersama saudara tersebut dan keluarga merekapun merasa sedih terus,
kepikiran dan kehilangan. Akhirnya kakak mereka yang perempuan ke sana untuk
melihat keadaan adenya tersebut.
Karena ade mereka tak betah dan ingin
bergabung dengan saudara-saudara yang lainnya dalam satu atap, maka takala
rumah tersebut sepi, merekapun (kakak perempuan dan ade perempuan) melarikan
diri tanpa ijin terlebih dahulu. Dan semenjak itulah ade perempuan kembali lagi ke rumah bersama
saudara-saudara yang lainnya. Ya sudahlah
lupakan saja, itukan masa lalu dan
mereka ingin berbagi cerita dengan pembaca saja dan tak ingin
mempermasalhkannya lagi.
Kesimpulan
Dari cerita tersebut diatas, bukan mereka bermasksud
untuk tak mensyukuri nikmat yang Allah berikan pada keluarga mereka. Tentunya
nikmat Allah tak dapat kita hitung karena amat teramat banyak. Hanya saja di
tiap-tiap kejadian tentunya ada pelajaran bagi kita semua dan itu sarana ujian
bagi kita. Apakah kita akan lulus ujian atau tidak. Jika kita melihat di
sekitar kita, tentunya ada kehidupan keluarga yang di beri ujian lebih berat
dari keluarga mereka. So kita jangan hanya bisa berkeluh kesah dan menyalahkan
keadaan. Mari kita bangkit dan bangkit dan menjemput rejeki dari Allah, karena
Allah Maha Kaya, Maha Arif dan Maha Bijak.